Pria Ini Kehilangan Hampir Seluruh Otaknya Namun Berhasil Hidup Normal dengan Keluarganya (2)

Lila Nathania

Editor

Pria Ini Kehilangan Hampir Seluruh Otaknya Namun Berhasil Hidup Normal dengan Keluarganya (2)
Pria Ini Kehilangan Hampir Seluruh Otaknya Namun Berhasil Hidup Normal dengan Keluarganya (2)

Intisari-Online.com – Selama ini mungkin kita menganggap otak sebagai bagian yang tak bisa diganggu gugat demi kehidupan manusia. Walau begitu, pria ini kehilangan hampir seluruh otaknya namun berhasil hidup normal dengan keluarganya.

Setelah melihat kasus sang pria Perancis tersebut, ahli ilmu syaraf membuat dugaan bahwa bagian otak bernama thalamus merupakan kunci kesadaran seseorang. Thalamus berfungsi untuk menyalurkan sinyal sensorik ke cerebral cortex sehingga mutlak diperlukan oleh manusia.

Rusaknya thalamus biasanya membuat manusia masuk ke dalam fase koma. Ilmu kedokteran juga sudah mengetahui bahwa kesadaran manusia bisa ‘dimatikan’ sesaat dengan cara menstimulasi thalamus secara elektrik.

Peneliti juga pernah menduga bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh bagian otak yang bernama claustrum yang menerima signal dari berbagai area otak lainnya. Claustrum ini selalu melakukan komunikasi dengan thalamus.

Dugaan itu selama ini dianggap benar, namun ketika kasus sang pria Perancis itu muncul, mereka menemukan bahwa thalamus dan claustrum mungkin bukanlah kunci dari kesadaran manusia. Jadi, sadar atau tidaknya manusia ternyata bukan ditentukan oleh salah satu bagian otak saja.

Untuk mencari tahu misteri kedokteran ini, sebuah studi dilakukan untuk melihat pola dari aktivitas neuron. Penelitian ini menunjukkan bahwa neuron ternyata berkomunikasi dengan cara yang unik. Alih-alih pergi ke otak untuk ‘berkomunikasi lewat pusat’, neuron akan mencari cara tercepat dan terefektif untuk menyampaikan sebuah pesan. Ia juga akan selalu mencaai jalur yang tersedia bila ada jalur lain yang rusak.

Hal ini menciptakan sebuah alur komunikasi yang sangat kompleks. Karena itulah, para ahli menduga sistem kesadaran manusia akan selalu ‘belajar’ tentang bagaimana cara berkomunikasi meski ada bagian otak yang rusak.

(iflscience.com)