Intisari-Online.com -Wilayah Andalusia pernah menjadi bagian dari peradaban Islam yang berjaya di Eropa Barat selama lebih dari tujuh abad.
Namun, sebelum Islam datang, Andalusia juga memiliki latar belakang sosial yang beragam dan kompleks.
Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang kondisi sosial masyarakat Andalusia sebelum kedatangan bangsa Muslim pada abad ke-8 Masehi.
Kita akan mengetahui siapa saja suku bangsa yang mendiami wilayah ini, bagaimana hubungan antara mereka, dan apa tantangan yang mereka hadapi.
Kita juga akan melihat bagaimana kedatangan bangsa Muslim memberikan dampak positif bagi masyarakat Andalusia dalam hal persaudaraan, kesetaraan, keadilan, dan toleransi.
Kondisi sosial masyarakat Andalusia sebelum kedatangan bangsa muslim!
Andalusia adalah sebutan yang diberikan oleh bangsa Arab untuk wilayah Semenanjung Iberia yang terletak di barat daya Eropa.
Sebelum bangsa Muslim datang pada abad ke-8 Masehi, masyarakat Andalusia berasal dari berbagai suku bangsa seperti Iberia, Celtiberia, Romawi, dan Yahudi.
Mereka tidak memiliki persatuan politik yang kokoh dan sering terlibat dalam konflik dan perpecahan antara suku bangsa yang berlainan.
Masyarakat Andalusia pada masa itu juga terkenal sebagai masyarakat yang suka merampok, menjarah, dan berperang antara suku bangsa yang berbeda.
Baca Juga: Thariq bin Ziyad, Dari Budak Hingga Jadi Panglima Pasukan Muslim Taklukkan Andalusia
Dalam kondisi sosial yang kacau dan tidak menentu seperti itu, kedatangan bangsa Muslim pada tahun 711 M memberikan dampak besar bagi masyarakat Andalusia.
Bangsa Muslim membawa ajaran Islam yang mengajarkan persaudaraan, kesetaraan, keadilan, dan toleransi antar umat beragama.
Bangsa Muslim juga membawa kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang mempengaruhi peradaban Eropa Barat.
Sejarah singkat perkembangan Islam di Andalusia
Perkembangan Islam di Andalusia dimulai dengan ekspedisi militer yang dipimpin oleh Ṭāriq bin Ziyād atas perintah Musa bin Nushair, gubernur Umayyah di Ifriqiya (Afrika Utara).
āriq bin Ziyād berhasil menyeberangi Selat Gibraltar dan mengalahkan pasukan Raja Visigoth Roderick dalam Pertempuran Guadalete pada tahun 711 M.
Dalam waktu singkat, Ṭāriq bin Ziyād dan pasukannya menaklukkan kota-kota penting di Andalusia seperti Cordova, Granada, dan Toledo.
Musa bin Nushair kemudian bergabung dengan Ṭāriq bin Ziyād dan melanjutkan penaklukan hingga mencapai wilayah utara Andalusia.
Pada tahun 714 M, sebagian besar Semenanjung Iberia berada di bawah kekuasaan Islam. Bangsa Muslim kemudian mendirikan pemerintahan yang disebut Emirat Cordova yang tunduk kepada Khalifah Umayyah di Damaskus.
Pada tahun 756 M, keturunan Umayyah yang bernama ‘Abd al-Raḥmān I berhasil melarikan diri dari pembantaian Abbasiyah dan mencapai Andalusia.
Ia kemudian mendirikan dinasti Umayyah di Andalusia yang independen dari Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Dinasti Umayyah di Andalusia mencapai puncak kejayaannya pada masa ‘Abd al-Raḥmān III (912-961 M) yang menyatakan dirinya sebagai Khalifah Cordova.
Pada masa ini, Cordova menjadi pusat ilmu pengetahuan, seni, dan budaya Islam di Eropa Barat.
Namun, setelah kematian ‘Abd al-Raḥmān III, dinasti Umayyah di Andalusia mengalami kemunduran akibat perselisihan internal dan pemberontakan daerah-daerah.
Pada tahun 1031 M, dinasti Umayyah runtuh dan digantikan oleh berbagai kerajaan kecil yang disebut Ṭā’ifah.
Kerajaan-kerajaan ini saling bersaing dan lemah dalam menghadapi serangan dari kerajaan-kerajaan Kristen di utara.
Pada abad ke-13 M, kerajaan-kerajaan Kristen semakin kuat dan berhasil merebut kembali sebagian besar wilayah Andalusia dari tangan Muslim.
Hanya tersisa satu kerajaan Muslim yang bertahan, yaitu Kerajaan Granada yang didirikan oleh dinasti Nasrid pada tahun 1238 M.
Kerajaan Granada menjadi tempat pertahanan terakhir umat Islam di Andalusia.
Pada tahun 1492 M, Kerajaan Granada akhirnya jatuh ke tangan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol.
Dengan demikian, berakhirnya kekuasaan Islam di Andalusia setelah lebih dari tujuh abad.