Intisari-onlne.com - Ratu Charlotte dan Raja George III adalah pasangan kerajaan Inggris yang hidup pada abad ke-18. Mereka menikah pada tahun 1761 dan memiliki 15 anak.
Mereka juga menjadi raja dan ratu yang baik bagi negaranya. Namun, bagaimana sebenarnya hubungan mereka di dunia nyata?
Apakah mereka memiliki kisah cinta yang romantis seperti yang digambarkan dalam serial Netflix Queen Charlotte: A Bridgerton Story?
Cinta Datanga Karena Terbiasa
Ratu Charlotte lahir dengan nama Princess Sophie Charlotte of Mecklenburg-Strelitz pada 19 Mei 1744 di Jerman.
Dia adalah putri dari Adipati Charles Louis Frederick dari Mecklenburg dan Putri Elizabeth Albertine dari Saxe-Hildburghausen. Berasal dari keluarga aristokrat Jerman yang memiliki darah Moor, yaitu keturunan Afrika di masyarakat Eropa1.
Raja George III lahir dengan nama George William Frederick pada 4 Juni 1738 di London.
Dia adalah cucu dari Raja George II dan putra dari Pangeran Frederick dan Putri Augusta dari Saxe-Gotha. Menjadi raja Inggris pada tahun 1760 setelah kakeknya meninggal.
Pada tahun 1761, Raja George III mencari istri untuk memenuhi tuntutan dinasti. Dia memilih Charlotte dari daftar calon yang disusun oleh ibunya dan perdana menterinya.
Dia tertarik dengan kecantikan dan kepribadian Charlotte yang diketahuinya dari surat-surat dan potret-potret yang dikirimkan kepadanya.
Charlotte pun setuju untuk menikah dengan Raja George III meski belum pernah bertemu dengannya sebelumnya.
Dia berangkat ke London dengan rombongan besar dan disambut dengan antusias oleh rakyat Inggris. Mereka menikah pada 8 September 1761 di Chapel Royal, St James’s Palace.
Meski pernikahan mereka adalah perjodohan, mereka segera jatuh cinta satu sama lain. Mereka saling menghormati dan mendukung.
Mereka juga memiliki banyak kesamaan, seperti minat terhadap seni, musik, botani, dan pendidikan. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di istana atau di rumah pedesaan mereka.
Keluarga yang Bahagia
Ratu Charlotte dan Raja George III dikaruniai 15 anak, yaitu sembilan putra dan enam putri. Mereka adalah orang tua yang penyayang dan bertanggung jawab.
Mereka memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak mereka dan mengajarkan mereka nilai-nilai moral dan agama.
Ratu Charlotte juga menjadi teladan bagi rakyatnya dengan karya-karyanya yang bermanfaat. Dia mendirikan panti asuhan, rumah sakit untuk ibu hamil, dan sekolah-sekolah untuk wanita.
Ratu Charlotte juga membangun Kew Gardens, sebuah taman botani yang menjadi tempat penelitian tanaman-tanaman eksotis. Dia juga mendukung sejumlah seniman, seperti Mozart, Bach, Handel, dan Gainsborough.
Raja George III juga berusaha menjadi raja yang baik bagi negaranya. Dia berperan aktif dalam urusan pemerintahan dan parlemen.
Dia juga mencoba mereformasi sistem politik dan hukum yang korup dan tidak adil, sekaligus memperluas wilayah kekuasaan Inggris ke berbagai koloni di Amerika, Asia, Afrika, dan Australia.
Akhir yang Mengenaskan
Sayangnya, kisah cinta Ratu Charlotte dan Raja George III tidak berakhir bahagia. Pada tahun 1788, Raja George III mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit mental yang parah.
Dia mengalami halusinasi, delusi, kejang-kejang, insomnia, dan perubahan suasana hati.
Penyebab pasti penyakitnya masih belum diketahui sampai sekarang, tetapi ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa dia menderita porfiria (gangguan metabolisme), skizofrenia (gangguan jiwa), atau bipolar (gangguan mood).
Penyakit mental Raja George III membuatnya tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai raja. Hal ini menyebabkan krisis politik dan konstitusional di Inggris.
Parlemen terpecah antara faksi-faksi yang mendukung atau menentang perdana menteri William Pitt the Younger2. Beberapa koloni Inggris juga memanfaatkan situasi ini untuk memperjuangkan kemerdekaan mereka, seperti Amerika Serikat.
Ratu Charlotte sangat menderita melihat suaminya sakit. Dia tetap setia menjaga suaminya selama sisa hidupnya dan menjadi wali sahnya.
Namun, dia juga harus menghadapi tekanan dari parlemen dan keluarganya sendiri. Beberapa anaknya memberontak terhadap ayahnya dan mencoba merebut kekuasaannya.
Beberapa pihak juga mencoba menjauhkannya dari suaminya dengan alasan bahwa dia berpengaruh buruk terhadap kondisi suaminya.
Ratu Charlotte akhirnya meninggal dunia pada 17 November 1818 di usianya yang ke-74 tahun. Dia meninggal dengan putranya memegang tangannya.
Raja George III tidak menyadari kematian istrinya karena kondisinya sudah sangat buruk. Dia meninggal dunia sepuluh bulan kemudian pada 29 Januari 1820 di usianya yang ke-81 tahun. (*)
Baca Juga: Beda Dengan di Film, Beginilah Ratu Charlotte dan Raja George III di Dunia Nyata