Menguak Peristiwa 15.000 Rakyat Lampung Turun ke Jalanan, Tuntut Mundur Residen Lampung Pertama

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - kota Lampung.
Ilustrasi - kota Lampung.

Intisari-online.com -Pada tanggal 9 September 1946, sekitar 15.000 rakyat Lampung melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut mundurnya residen Lampung pertama, Mr. Abdul Abbas.

Demonstrasi ini dipicu oleh ketidakpuasan rakyat terhadap tindakan atau kebijakan pemerintah yang dianggap tidak melindungi kepentingan mereka, terutama dalam hal kenaikan harga beras yang semakin menggila.

Mr. Abdul Abbas adalah seorang tokoh Parindra (Partai Indonesia Raya) yang lahir di Binjai, Sumatra Utara pada 11 Agustus 1906.

Ia menamatkan pendidikan Recht Hogeschool (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia pada 1938 dan melanjutkan studi hukum ke Universitas Leiden, Belanda.

Setelah kembali ke Indonesia, ia bekerja sebagai pengacara di Lampung dan menjadi ketua Shu Sangi Kai, semacam dewan penasihat yang dibentuk Jepang di setiap keresidenan.

Menyusul kekalahan Jepang pada 15 Agustus 1945, ia bersama dengan Mr. Teuku Mohammad Hasan dan dr. Mohammad Amir dipilih sebagai wakil Sumatra untuk mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta.

Sekembalinya ke Lampung, ia diangkat sebagai residen Lampung oleh Gubernur Sumatra Teuku Mohammad Hasan pada 3 Oktober 19451.

Namun, jabatannya sebagai residen Lampung tidak berlangsung lama karena ia diturunkan oleh rakyat yang tidak puas dengan kepemimpinannya.

Rakyat Lampung yang tergabung dalam Panitia Perbaikan Masyarakat (PPM) menggelar rapat umum di Enggal dan kemudian di gedung DPRD Tanjung Karang untuk memutuskan dan menetapkan Dr. Badrun Munir sebagai residen Lampung dan Ismail sebagai wakil residen.

Mr. Abdul Abbas tidak begitu saja menyerahkan kekuasaannya. Ia mencoba mempertahankan posisinya dengan bantuan militer dan polisi.

Namun, upayanya gagal karena rakyat Lampung bersatu dan mendapat dukungan dari pejuang-pejuang kemerdekaan lainnya.

Baca Juga: Lada, Kekayaan Alam Lampung yang Bikin Belanda Kepincut Ingin Menguasainya

Akhirnya, Mr. Abdul Abbas harus meninggalkan Lampung dan berpindah ke Tapanuli, Sumatra Utara.

Di sana, ia menjadi anggota DPR Sementara Tapanuli dan kemudian menjadi ketua DPR Sementara Tapanuli Selatan Timur. Ia meninggal dunia pada tahun 1977.

Aksi 15.000 rakyat Lampung turun ke jalan tahun 1946 merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia di daerah tersebut.

Aksi ini menunjukkan semangat patriotisme dan demokrasi rakyat Lampung yang tidak mau tunduk kepada penguasa yang tidak berpihak kepada mereka.

Mr. Abdul Abbas adalah seorang pengacara yang lahir di Binjai, Sumatra Utara pada 11 Agustus 1906.

Ia menamatkan pendidikan Recht Hogeschool (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia pada 1938 dan melanjutkan studi hukum ke Universitas Leiden, Belanda.

Ia menjadi tokoh Parindra (Partai Indonesia Raya) dan ketua Shu Sangi Kai, semacam dewan penasihat yang dibentuk Jepang di setiap keresidenan.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, ia diangkat sebagai residen Lampung oleh Gubernur Sumatra Teuku Mohammad Hasan pada 3 Oktober 1945.

Namun, ia hanya menjabat sekitar setahun karena diturunkan oleh rakyat.

Aksi turun ke jalan rakyat Lampung dipimpin oleh PPM (Panitia Perbaikan Masyarakat), sebuah organisasi yang beranggotakan tokoh-tokoh seperti M. Zainal Abidin, Junaid Azhary, Datuk Amin, Abdul Kohar, Ali Umar Bey, Sutan Mudo, Haji Mansyur, dan sebagainya1. Mereka menggelar rapat umum di Enggal dan kemudian di gedung DPRD Tanjung Karang.

Dalam rapat tersebut, mereka memutuskan dan menetapkan Dr. Badrun Munir sebagai residen Lampung dan Ismail sebagai wakil residen.

Baca Juga: Dipaksa Lewati Jalan Rusak saat Jokowi ke Lampung, Ini Sederet Kecanggihan Mercy S600 Guard, Tahan Ledakan?

Mereka juga menyatakan tidak dapat lagi mempercayakan kekuasaan pemerintah kepada orang-orang yang telah memegang kekuasaan pada waktu itu.

Mr. Abdul Abbas tidak begitu saja menyerahkan jabatannya.

Ia masih berusaha mempertahankan posisinya dengan bantuan beberapa tokoh lainnya.

Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah pusat mengutus Mr. Hermani untuk melakukan mediasi antara kedua belah pihak.

Akhirnya, setelah melalui perundingan yang alot, Mr. Abdul Abbas bersedia melepaskan jabatannya sebagai residen Lampung pada 10 Oktober 19461.

Kemudian ia berpindah ke Tapanuli dan menjadi tokoh politik di sana.

Artikel Terkait