Tradisi Nyirih Saat Gamelan Ditabuh Ketika Sekaten Di Keraton Solo, Konon Bisa Bikin Awet Muda

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Ada tradisi unik saat pelaksaan sekaten di Kasunanan Surakarta. Nyirih saat gamelan ditabuh konon bisa bikin awet muda.
Ada tradisi unik saat pelaksaan sekaten di Kasunanan Surakarta. Nyirih saat gamelan ditabuh konon bisa bikin awet muda.

Ada tradisi unik saat pelaksaan sekaten di Kasunanan Surakarta. Nyirih saat gamelan ditabuh konon bisa bikin awet muda.

Intisari-Online.com -Banyak yang unik di Sekaten baik Sekaten Solo maupun Sekaten Jogja.

Di Sekaten Solo ada tradisi unik yaitu mengunyah daun sirih atau nyirih saat gamelan ditabuh.

Konon katanya, ritual ini bisa bikin awet muda.

Mbah Broto mengaku rutin datang ke Sekaten.

Dalam kamusnya, belum sekali pun dia absen menghadiri karnaval yang sudah berlangsung sejak abad 15 ini.

Itu artinya, dia tak pernah melewatkan prosesi tahuban gamelan keraton.

"Ya ini nguri-nguri jaman dulu. Ini istilahnya shadati lan shadaten, itu laki-laki dan perempuan," katanya.

"Katanya kalau datang ke sini bisa awet muda dan selamat anak cucu. Ini ambil bunga melati buat dikasih di rumah untuk keselamatan."

Sekaten juga membuang gembira penjual kinang.

Salah satunya adalah Sumi.

Dia bilang,menginang atau nyirih saat tabuhan pertama bonang Kyai Guntur Madu bisa membuat badan tambah sehat dan selamat.

"Sudah jadi tradisi. Mengunyah kapur sirih dan makan telur asin itu kesukaan Kyai Guntur Sari," katanya.

"Kalau cambuk itu kesukaan Kyai Guntur Madu. Ceritanya kalau menginang saat gamelan ditabuh itu bisa bikin awet muda."

Sebelum ditabuh, ulama Masjid Ageng melantunkan ayat-ayat suci Alquran.

Kemudian pihak Keraton Solo memerintahkan pimpinan penabuh gamelan Kyai Guntur Madu mulai memainkan Gending Rangkung.

Dilansir situs resmi Pemerintah Kota Surakarta, upacara Sekaten telah digelar di Kota Solo sejak abad 15 lalu.

Acara ini merupakan tradisi yang dilakukan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Acara sekaten berkaitan erat dengan sejarah penyebaran agama Islam yang ada di Pulau Jawa.

Wali Sanga adalah tokoh utama dibalik lahirnya tradisi sekaten.

Sekaten digunakan oleh Wali Sanga untuk menyebarkan agama islam di Pulau Jawa.

Pada awalnya sekaten merupakan kelanjutan upacara tradisional yang dilaksanakan oleh raja-raja Jawa sejak zaman Majapahit, sebagai bentuk upacara selamatan untuk menjaga keselamatan kerajaan.

Namun lambat laun tradisi sekaten telah berubah, dan digunakan sebagai sarana untuk penyebaran agama Islam khususnya di Jawa Tengah.

Penyebaran agama islam yang ada di Jawa Tengah ini melalui media kesenian gamelan.

Gamelan dijadikan sebagai media penyebaran agama Islam, dikarenakan pada waktu itu masyarakat Jawa menggemari kesenian Jawa yaitu gamelan.

Hingga pada akhirnya peringatan Maulid Nabi Muhammad pada acara sekaten tidak lagi menggunakan rebana, melainkan menggunakan gamelan sebagai pengiring untuk melantunkan shalawat.

Di Solo sendiri biasanya pagelaran sekaten akan diikuti dengan kegiatan pasar malam selama sebulan penuh.

Tanda bahwa pagelaran Sekaten dimulai yaitu dengan membunyikan gamelan yang akan diarak ke masjid.

Acara ini akan berlangsung pada tanggal 5 hingga 12 Rabiul Awal, yang mana pada tanggal ini gamelan akan ditabuh atau dibunyikan secara terus menerus.

Setelah itu acara akan dilanjutkan dengan Tumplak Wajik dan Grebeg Maulud.

Tumplak Wajik akan dilaksanakan selama dua hari sebelum Grebeg Maulud diadakan.

Upacara Tumplak Wajik ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan kentongan.

Hal ini dilakukan dan dijadikan sebagai tanda bahwa pembuatan gunungan telah dimulai.

Lagu-lagu yang dimainkan dalam Tumplak Wajik adalah Lompong Keli, Owal Awil, Tudhung Setan dan lain sebagainya.

Rangkaian acara selanjutnya yaitu ada Grebeg Maulud. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 12 Rabiul Awal. Grebeg Maulud adalah puncak acara dalam tradisi sekaten.

Di dalam Grebeg Maulud terdapat gunungan yang terbuat dari beras ketan, buah-buahan, makanan, dan sayur sayuran.

Gunungan ini ditujukan sebagai wujud doa dan selamatan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan. Setelah didoakan, gunungan ini akan dibagikan ke masyarakat.

Artikel Terkait