Intisari-Online.com -Indonesia memiliki nilai impor perangkat elektronik yang sangat tinggi. Oleh karenanya sektor telekomunikasi menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan.(Baca juga:Babak Belur, Rupiah Terburuk di Asia)
Berdasarkan keterangan dari Kalamullah Ramli, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, tahun lalu saja Indonesia setidaknya telah mengimpor 15 ton telepon genggam yang nilainya mencapai 2,6 miliar dollar AS atau sekitar 29 triliun rupiah berdasarkan kurs 2013. Angka tersebut lebih dari 25% defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar 8 miliar dollar AS.Ramli berkata bahwa besarnya nilai impor bukan hanya disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan konsumen akan gadget terbaru. Sejumlah operator juga membeli perangkat dari luar negeri untuk ekspansi layanan jaringannya. Tak heran sektor telekomunikasi menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan.(Baca juga:Indonesia Tak Lagi Masuk Anggota ‘Fragile Five’)
Meski saat ini masih bergantung pada sektor impor, Didi Suwondo, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang ICT Indonesia, berharap Indonesia kelak dapat menjadi tempat investasi para produsen perangkat elektronik kelas dunia. Beberapa perusahaan yang dikabarkan akan segera membangun pabrik di Indonesia yaitu Samsung dan Foxconn. Keduanya merupakan pabrik perakit ponsel pintar.Dengan bertambahnya jumlah produsen perangkat elektronik, Didi yakin fenomena sektor telekomunikasi yang menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan bisa diselesaikan. Perlahan-lahan Indonesia pun dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada sektor impor (Kompas).