Sunan Kalijaga, Dari Bromocorah Menjadi Penyebar Islam Yang Kafah

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Kehidupan Raden Said alias Lokajaya berubah total setelah bertemu Sunan Bonang yang kelak jadi gurunya. Dia kemudian dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Kehidupan Raden Said alias Lokajaya berubah total setelah bertemu Sunan Bonang yang kelak jadi gurunya. Dia kemudian dikenal sebagai Sunan Kalijaga.

Kehidupan Raden Said alias Lokajaya berubah total setelah bertemu Sunan Bonang yang kelak jadi gurunya. Dia kemudian dikenal sebagai Sunan Kalijaga.

Intisari-Online.com -Jika berbicara tentang penyebar Islam paling populer di tanah Jawa, Sunan Kalijaga sepertinya berada di urutan pertama.

Sunan Kalijaga merupakan satu tokoh Walisongo yang berperan besar dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa.

Ia dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa.

Namun, tahukah Anda bahwa sebelum menjadi pendakwah, Sunan Kalijaga adalah seorang perampok yang suka berbuat onar?

Sunan Kalijaga lahir dengan nama Raden Said pada sekitar tahun 1450 Masehi.

Ia adalah putra Ahmad Abdurrahman Ar-Rumi Shahib Maja', seorang bangsawan dan penguasa Tuban.

Di masa mudanya, Raden Said dikenal sebagai remaja nakal yang suka berjudi, minum minuman keras, mencuri, bahkan membunuh orang.

Hal ini membuat ayahnya malu dan mengusirnya dari rumah.

Raden Said kemudian menjadi bromocorah alias penjahat.

Ia sering merampok dan merampas harta orang-orang. Karena itu, ia diberi julukan Brandal Lokajaya.

Suatu hari, ia bertemu dengan Sunan Bonang, salah satu ulama Walisongo yang sedang berdakwah di Tuban.

Raden Said berniat merampok Sunan Bonang, tetapi ia terpesona oleh wibawa dan kebijaksanaan Sunan Bonang.

Karena pengaruh Sunan Bonang itulah, Raden Said akhirnya sadar dan bertobat, serta tidak lagi merampas harta dan melakukan perbuatan tercela.

Sunan Bonang kemudian menjadi guru spiritual Raden Said.

Selain belajar Islam kepada Sunan Bonang, Raden Said juga menekuni kesusasteraan Jawa dan belajar mendalang.

Kelak, pengetahuan seni dan budayanya inilah yang dijadikan sarana dakwah Islam oleh Sunan Kalijaga sehingga diterima oleh masyarakat setempat.

Ia amat mahir mendalang dan menggelar pertunjukan wayang.

Sebagai dalang, ia dikenal dengan julukan Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki Dalang Kumendung, atau Ki Unehan.

Dengan kemampuannya menjadi dalang wayang, Sunan Kalijaga berdakwah menggunakan nama samaran di berbagai daerah.

Ia menyisipkan ajaran-ajaran Islam dalam lakon-lakon wayang yang ia mainkan.

Ia juga menciptakan beberapa karya seni rakyat yang mengandung nilai-nilai Islam, seperti tembang macapat, gending-gending Jawa, tayuban, reog Ponorogo, dan lain-lain.

Dakwah Sunan Kalijaga dimulai di Cirebon, di Desa Kalijaga, untuk mengislamkan penduduk Indramayu dan Pamanukan.

Karena basis dakwahnya di Desa Kalijaga, Raden Said kemudian dikenal dengan julukan Sunan Kalijaga.

Ia juga berdakwah di daerah-daerah lain seperti Demak, Kudus, Pati, Rembang, Blora, Grobogan, Purwodadi hingga Mataram.

Sunan Kalijaga juga ikut serta dalam pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Cirebon.

Ia menciptakan tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid Demak.

Ia juga mengajarkan cara membangun masjid dengan menggunakan kayu jati tanpa paku.

Sunan Kalijaga wafat pada tanggal 10 Muharram 1513 tahun Saka Jawa atau sekitar 17 Oktober 1592 Masehi.

Ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak. Makamnya hingga sekarang masih ramai oleh peziarah yang berasal dari penjuru Jawa.

Sunan Kalijaga tidak hanya berdakwah melalui seni dan budaya, tetapi juga melalui perilaku dan akhlak yang baik.

Ia sangat berbakti kepada orangtua, hormat kepada guru, dan ramah kepada sesama.

Ia juga mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang sederhana dan mudah dipraktikkan oleh masyarakat Jawa.

Salah satu ajaran Sunan Kalijaga yang terkenal adalah Sedulur Papat Kalima Pancer.

Ajaran ini menjelaskan tentang empat saudara dan lima pusat kekuatan yang harus dijaga oleh seorang muslim.

Empat saudara adalah Allah, Rasulullah, orang tua, dan guru.

Lima pusat kekuatan adalah hati, lisan, perut, kemaluan, dan kaki.

Sunan Kalijaga mengajarkan agar seorang muslim selalu mengingat Allah dengan hatinya, mengucapkan kalimat baik dengan lisannya, menjaga perutnya dari makanan haram, menjaga kemaluannya dari perbuatan zina, dan menjaga kakinya dari tempat-tempat maksiat. Dengan demikian, seorang muslim akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sunan Kalijaga juga mengajarkan tentang konsep tawakal atau berserah diri kepada Allah.

Ia mengatakan bahwa seorang muslim harus berusaha sebaik-baiknya dalam segala hal, tetapi tidak boleh terlalu berharap atau khawatir dengan hasilnya.

Sebab, hasil akhir adalah urusan Allah yang Maha Kuasa.

Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai wali yang toleran dan inklusif.

Ia tidak memaksakan ajaran Islam kepada orang-orang yang berbeda agama atau keyakinan.

Ia menghormati kepercayaan mereka dan berdialog dengan mereka secara santun.

Ia juga tidak membeda-bedakan orang berdasarkan status sosial atau latar belakang.

Sunan Kalijaga adalah contoh wali yang berhasil menyebarkan Islam dengan cara yang bijaksana dan menarik.

Ia mengubah hidupnya dari seorang perampok menjadi seorang penyebar Islam.

Ia menggunakan seni dan budaya sebagai media dakwah yang efektif. Ia juga menunjukkan akhlak dan perilaku yang mulia sebagai teladan bagi umat Islam.

Artikel Terkait