Intisari-Online.com - Pelemahan nilai tukar dollar AS belakangan disebut-sebut mendekati pada kondisi rupiah saat tahun 1998. Namun, sebenarnya hal tersebut bisa saja berbeda jauh dengan kondisi saat terjadi krisis moneter di tahun 1998. Sebab, fundamental ekonomi Indonesia sekarang lebih kuat dibandingkan dengan era tersebut.
Analis PT Pefindo Guntur Tri Hariyanto menjelaskan, pada 1998 pelemahan rupiah terjadi disebabkan oleh contagion effect (domino efek) dari pelemahan baht Thailand yang kemudian menyebar ke berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kemudian pada 1998, kata Guntur, fundamental ekonomi Indonesia sangat tidak baik, cadangan devisa pernah menyentuh 10 miliar dolar AS hingga 15 juta dolar AS dan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sempat melambung ke posisi 60 persen.
“Saat ini cadangan devisa 108 miliar dollar AS dan rasio utang terhadap GDP hanya pada kisaran 25 persen, bahkan merupakan salah satu yang terendah di dunia,” kata Guntur kepada Tribun, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Pada era tersebut, pertumbuhan ekonomi dalam negeri menyusut secara tajam hingga minus 13%. Namun, saat ini laju ekonomi masih terbilang tumbuh positif antara 4% sampai 5%, walaupun mengalami pelambatan.
Selain persoalan tersebut, menurut Guntur, pelemahan rupiah pada 1998 juga didorong dengan sistem perbankan yang amburadul, di mana bank-bank melakukan pembiayaan terhadap grup bisnisnya sendiri secara berlebihan dengan dana yang diperoleh dari utang dalam mata uang asing.
“Sekarang pertumbuhan perbankan memang sedang melambat, namun sistem perbankan sudah jauh lebih sehat, likuiditas cukup memadai dan kredit macet cukup terkendali dengan baik. Kemudian 1998 juga menggambarkan ketidakpastian politik yang sangat besar sebab terjadinya pergantian rezim pemerintahan otoriter,” ucapnya.
Pelemahan rupiah saat ini lebih disebabkan adanya spekulasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika (The Fed) seiring mulai membaiknya perekonomian negeri Paman Sam. Selain itu, banyaknya permintaan dollar AS untuk membayar utang terutama swasta juga turut menekan rupiah. (Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com)