Intisari-online.com - Ramadhan adalah bulan suci bagi umat Islam di seluruh dunia.
Di bulan ini, umat Islam wajib menjalankan ibadah puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Namun, kapan sebenarnya awal Ramadhan dimulai? Bagaimana cara menentukannya?
Di Indonesia, ada dua metode yang digunakan untuk menentukan awal Ramadhan, yaitu rukyat dan hisab.
Kedua metode ini berbeda dalam cara melihat posisi bulan sabit atau hilal yang menjadi tanda masuknya bulan baru dalam kalender Hijriyah.
Metode rukyat adalah metode yang mengandalkan pengamatan langsung terhadap hilal dengan mata telanjang atau alat bantu seperti teleskop.
Metode ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan:
"Berpuasalah kamu ketika telah melihat hilal Ramadan dan berhentilah kamu berpuasa ketika telah melihat hilal bulan Syawal. Jika hilal tertutup bagimu, maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari." (HR Bukhari dan Muslim)
Metode rukyat biasanya digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan pemerintah melalui sidang isbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Sidang isbat adalah rapat tertutup yang mengumpulkan para ulama, ahli falak, astronomi, dan perwakilan ormas Islam untuk membahas hasil pengamatan hilal dari berbagai titik di seluruh Indonesia.
Metode hisab adalah metode yang menggunakan perhitungan matematis atau astronomis untuk mengetahui posisi hilal secara pasti tanpa harus melihatnya secara langsung.
Baca Juga: Jangan Salah! Begini Niat Mandi Puasa Ramadhan Sesuai Sunah Nabi
Metode ini didasarkan pada ayat Al-Quran yang menyatakan:
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan haji." Dan bukanlah kebajikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya; tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 189)
Metode hisab biasanya digunakan oleh Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Muhammadiyah menggunakan kriteria hisab hakiki wujudul hilal yang artinya penentuan awal Ramadhan didasarkan pada adanya hilal meskipun tidak terlihat dengan mata telanjang selama memenuhi syarat tertentu seperti tinggi mar’i (ketinggian bulan) dan elongasi haqiqy (jarak sudut antara matahari dan bulan).
MUI menggunakan kriteria hisab imkanur rukyat yang artinya penentuan awal Ramadhan didasarkan pada kemungkinan adanya hilal yang bisa dilihat dengan mata telanjang jika langit cerah dan tidak ada halangan.
Perbedaan metode antara rukyat dan hisab seringkali menyebabkan perbedaan pendapat tentang kapan awal Ramadhan dimulai.
Namun, hal ini tidak perlu menjadi sumber perselisihan atau pertikaian di antara umat Islam.
Yang terpenting adalah niat tulus untuk menjalankan ibadah puasa sebagai salah satu rukun Islam.
Sidang Isbat tahun ini akan digelar pada Rabu (22/3/2023) sekitar pukul 18.15 WIB di Auditorium HM Rasjidi, Kantor Kemenag.
Sidang ini akan dipimpin oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan disiarkan secara langsung melalui media sosial resmi Kemenag.
Sebelum sidang isbat dimulai, Kemenag akan menggelar seminar pemaparan posisi hilal awal Ramadhan 1444 H berdasarkan hasil hisab atau perhitungan astronomi.
Baca Juga: Pemerintah Masih Kekeh Gunakan Sidang Isbat Untuk Tentukan Awal Puasa, Ternyata Begini Sejarahnya
Seminar ini akan dilaksanakan pada pukul 17.00 WIB dan terbuka untuk umum.
Kemenag juga telah menetapkan 124 titik lokasi rukyatul hilal di seluruh Indonesia untuk memantau kemunculan bulan sabit yang menjadi tanda masuknya bulan baru dalam kalender Hijriyah.
Hasil pengamatan dari seluruh titik tersebut akan dilaporkan kepada sidang isbat sebagai bahan pertimbangan.
Sidang isbat merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak masa Nabi Muhammad SAW untuk menentukan awal Ramadhan dengan cara melihat hilal secara langsung atau dengan perhitungan matematis.
Sidang isbat juga bertujuan untuk menyatukan umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa.