Dianggap Bulan yang Sakral, Inilah 5 Mitos Bulan Suro yang Dipercaya Masyarakat Jawa

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ritual malam satu Suro di Keraton Surakarta.
Ritual malam satu Suro di Keraton Surakarta.

Intisari-online.com - Bulan Muharam atau bulan Suro dalam kalender Jawa merupakan bulan yang memiliki banyak mitos.

Mitos ini selalu berkaitan dengan kesialan dalam kepercayaan masyarakat Jawa.

Menurut primbon Jawa, bulan Suro merupakan bulan yang diciptakan oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645), zaman Mataram Islam.

Dalam keyakinan masyarakat Jawa bulan Suro selalu identik dengan kesialan, sehingga banyak pantangan dilakukan waktu bulan Suro.

Jika pantangan tersebut dilakukan dipercaya akan membuat hidup tak tenang dan ada hal sial yang terjadi.

Nah berikut ini ada 5 mitos mengenai bulan Suro yang sangat dipercaya oleh masyarakat Jawa, simak di bawah ini:

1. Dilarang mengadakan pernikahan

Menurut primbon Jawa pada bulan Suro dilarang melangsungkan pernikahan.

Pasalnya mengadakan pernikahan pada bulan Suro, hanya akan mendatangkan kesialan kepada keluarag yang mengadakan hajatan.

Jika nekat mengadakan pernikahan pada bulan Suro biasanya pihak yang melakukan hajatan memberikan sesajen.

Namun, ada pula anggapan bahwa melakukan pernikahan pada bulan Suro akan menyaingi ritual keraton.

Baca Juga: 10 Peninggalan Kerajaan Cirebon, Termasuk Keraton Kasepuhan Ini

2. Dilarang bepergian jauh

Menurut primbon Jawa, pada saat bulan Suro masyarakat Jawa hendaknya tidak diperbolehkan pergi jauh.

Karena hal ini hanya akan membawa hal buruk dalam hidup.

Termasuk mendatangkan musibah, dan kesialan.

3. Jangan pindah rumah

Masyarakat Jawa percaya bahwa pindah rumah pada bulan Suro akan memberikan dampak buruk.

Dalam primbon Jawa bulan Suro bukanlah hari yang baik, sehingga tidak dianjurkan untuk pindah rumah.

Bagi yang nekat pindah rumah, akan mengalami kesialan, dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

4. Tidak boleh mengadakan hajatan

Dalam Bulan Suro sebaiknya tidak mengadakan hajatan, seperti pernikahan, sunatan, dan lain sebagainya.

Alasannya sama, di mana mereka yang mengadakan pesta hajatan pada bulan Suro akan menyaingin ritual keraton dan membuatnya sepi.

Baca Juga: Kisah Keraton Surakarta, Tempat Bersejarah di Solo yang Dibangun Akibat Geger Pecinan

5. Digunakan ritual keraton

Pada bulan Suro biasanya, masyarakat Jawa melakukan ritual tapa bisu mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta.

Makan dan minum bahkan merokok sekalipun dilarang dalam ritual ini.

Tapa bisu dilakukan oleh abdi dalem keraton pada malam satu Suro.

Selain Tapa Bisu di Solo dan Yogyakarta juga digunakan untuk ritual keraton, seperti mencuci pusaka, dan kirab pusaka.