Apa yang Dimaksud dengan Uti Possidetis Juris? Simak Berikut Ini

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi. Batas wilayah Indonesia.
Ilustrasi. Batas wilayah Indonesia.

Intisari-Online.com - Berikut ini penjelasan mengenai Uti Possidetis Juris yang sering muncul saat membahas tentang batas wilayah suatu negara.

Soal yang berbunyi "Jelaskan Apa yang Dimaksud dengan Uti Possidetis Juris dalam Hubungannya dengan Sengketa Batas Wilayah antara Indonesia dan Malaysia!" terdapat pada halaman 196 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/SMK Kelas X.

Pada bagian 4 unit 3 buku tersebut dipelajari mengenai "Sengketa Batas Wilayah Antara Indonesia dan Malaysia".

Indonesia dan Malaysia memang memiliki titik rawan yang menyebabkannya sering terlibat dalam sengketa batas wilayah.

Malaysia merupakan salah satu negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

Selain Malaysia, Indonesia pun berbatasan dengan sejumlah negara, baik di darat maupun laut.

Sengketa perbatasan juga terjadi antara Indonesia dan sejumlah negara lainnya seperti Timor Leste dan Papua Nugini, tetapi dengan Malaysia yang paling sering.

Terjadinya sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia, biasanya karena adanya perbedaan persepsi terkait beberapa perjanjian, antara lain perjanjian tahun 1891 dan 1915 di Sektor Timur, serta Traktat tahun 1928 di Sektor Barat Pulau Kalimantan.

Indonesia maupun Malaysia berbeda pandangan terhadap hasil pengukuran lapangan yang tidak sesuai dengan perjanjian yang disepakati, dan saling merasa dirugikan di wilayah yang berbeda beda.

Namun, untuk masalah sengketa batas wilayah, kedua negara seringkali menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara damai.

Uti Possidetis Juris merupakan salah satu prinsip yang digunakan dalam kaitannya dengan sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.

Baca Juga: Penjelasan Bidang Apa Saja yang Termasuk dalam Sengketa Internasional

Dalam hukum internasional, istilah Uti Possidetis Juris telah populer sejak MoU 1973.

Prinsip Uti Possidetis Juris artinya suatu negara yang baru dapat mewarisi kekayaan dan wilayah negara penguasa sebelumnya.

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Indonesia mewarisi wilayah Belanda, sedangkan Malaysia mewarisi wilayah Inggris.

Hal tersebut lumrah dan menjadi kebiasaan yang diakui secara internasional, dan diterapkan di banyak negara bekas jajahan.

Perjanjian damai antara Indonesia dan Malaysia dalam kasus sengketa batas wilayah ini memang memiliki akar sejarah yang melibatkan negara lain yaitu sejak masa kolonialisme.

Situasi itu pun mempengaruhi terhadap bagaimana penyelesaian sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.

Sejak dekade 1970-an, telah disepakati beberapa Memorandum of Understanding (MoU), yakni MoU antara Indonesia-Malaysia di Jakarta pada 26 November 1973, Minutes of the First Meeting of the Joint Malaysia-Indonesia Boundary Committee pada 16 November 1974, serta Minutes of the Second Meeting of the Joint Indonesia-Malaysia Boundary Committee di Bali, pada 7 Juli 1975.

Kemudian, tahun 2000 dilakukan penegasan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia dalam bentuk Joint Survey on Demarcation, yang merupakan tindak lanjut dari perjanjian tahun 1975.

Sementara itu, pada masa sebelum Indonesia dan Malaysia merdeka, terdapat pula produk hukum internasional, yang dikenal dengan Traktat London.

Hukum internasional dalam bentuk traktat itu masih dipakai oleh Indonesia maupun Malaysia sebagai dasar hukum dalam menentukan batas wilayah di Pulau Kalimantan.

Ada pula asas hukum internasional pacta tertiis nec nocent nec prosunt, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak memberikan hak atau membebani kewajiban kepada pihak yang tidak terikat kepada perjanjian tersebut.

Baca Juga: Cara Hitung Weton: Intip Karakter Orang Berdasarkan Nilai Neptunya

Artinya, Indonesia dan Malaysia tidak dianggap berhak memiliki serta tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas Traktat London.

Berikut ini dasar hukum kesepakatan patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia, sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan.

a. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1891

Belanda dan Inggris menandatangani perjanjian ini pada 20 Juni 1891 di London.

Konvensi ini mengatur banyak hal menyangkut penentuan batas wilayah, seperti penentuan watershed dan hal-hal- lain yang menyangkut kasus sengketa wilayah.

b. Kesepakatan Belanda-Inggris tahun 1915

Belanda dan Inggris menyepakati atas hasil laporan bersama tentang penegasan batas wilayah pada 28 September 1915 di Kalimantan. Kesepakatan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU oleh kedua belah pihak berdasarkan Traktat 1891, lalu dikokohkan di London pada 28 September 1915.

c. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1928

Belanda dan Inggris menandatangani kesepakatan ini pada 28 Maret 1928 di Den Haag.

Kemudian diratifikasi oleh kedua negara pada 6 Agustus 1930.

Konvensi ini mengatur tentang penentuan batas wilayah kedua negara di daerah Jagoi, antara gunung raya dan gunung api, yang menjadi bagian dari Traktat 1891.

Baca Juga: Kejatuhan Cicak Pertanda Apa Menurut Primbon Jawa, Apakah Pertanda Buruk?

d. MoU Indonesia dan Belanda tahun 1973

Dokumen ini mengacu pada hasil konvensi-konvensi sebelumnya, 1891, 1915, dan 1928.

Di dalamnya juga berisi kesepakatan-kesepakatan tentang penyelenggaraan survei dan penegasan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia, yang terdiri dari organisasi The Joint Technical Committee, penentuan area prioritas, prosedur survei, tahapan pelaksanaan, pembiayaan, dukungan satuan pengamanan, logistik dan komunikasi, keimigrasian, dan ketetuan bea dan cukai.

Karena alasan yang kompleks itulah, Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 mengarahkan agar dibuat regulasi berupa undang-undang dalam menentukan batas wilayah.

Baca Juga: 3 Bukti Peninggalan Kerajaan Ternate, Termasuk Tombak dan Perisai

(*)

Artikel Terkait