Intisari-Online.com -Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) menyelenggarakan pemutaran dan bincang film dokumenter “Jejak Akar Kultural Leluhur” pada Selasa (15/11) malam.
Sebagai penanggap dihadirkan dua pembicara. Maria Ratih Fernandez, redaktur di Penerbit Mojok, Yogyakarta, dan Ni Made Purnama Sari, penulis serta pengelola BBY.
Film dokumenter berdurasi 28 menit itu berkisah tentang siapa sebetulnya sosok Soedjatmoko.
Selama ini, tokoh sejarah yang juga biasa dipanggil Koko ini dikenal sebagai diplomat sekaligus akademisi Indonesia.
Menurut Ratih, sebagai seorang akademisi Soedjatmoko juga adalah seorang pemikir pembangunan. Bagi Ratih, pemikiran soal pembangunan ini dipengaruhi oleh warisan Eyang Soedjatmoko.
“Warisan soal rumah dan lahan sawah yang diamanatkan ke anak cucunya untuk dirawat demi kesejahteraan orang banyak,” katanya.
Bagi Ratih, warisan ini yang kemudian ia anggap sebagai benih pemikiran Soedjatmoko soal pembangunan.
“Bahwa pembangunan yang berkaitan erat dengan isu ruang, seharusnya enggak menjauhkan satu kelompok masyarakat dari ruang mereka dan leluhurnya hidup,” ucap Ratih.
Sementara itu, Ni Made Purnama Sari mengatakan ada tiga hal penting yang bisa dipelajari dari sosok Soedjatmoko.
Tiga hal itu yakni insan merdeka, tidak terjebak linearitas, dan tradisi yang bisa memberi nilai. Menurutnya, hal itu sangat bisa dipelajari dari sosok Koko.
Menurut Purnama, sebagai insan merdeka hal itu Koko wujudkan dari sikapnya yang tidak mau terkotak-kotak dalam pemikiran tertentu.
Purnama, sambil menenteng buku Dimensi Manusia Dalam Pembangunan: Pilihan Karangan (1983) karya Soedjatmoko, juga mengatakan bahwa Koko telah mengajari cara berjuang yang jernih.
Penulis | : | Aris Setiawan Rimbawana |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR