Advertorial
Intisari-Online.com - Lantunan lagu Bengawan Solo gubahan Gesang yang menggambarkan keindahannya, seolah-olah justru menambah luka.
Sebab, keindahan romantis dalam lagu itu, semakin tinggal kenangan.
Air Bengawan Solo yang mengalir sampai jauh dari Pegunungan Seribu hingga Gresik, Jawa Timur, seperti berubah menjadi ratapan dan lengkingan kesakitan.
Ratapan-ratapan dan lengkingan itu ditangkap 34 fotografer Indonesia dalam bidang-bidang fotografi di pameran foto "Air Mata Air Bengawan" di Bentara Budaya Solo, sejak 10 hingga 19 September 2019.
Pameran yang dikoordinasi Risman Marah ini melibatkan fotografer-fotografer kenamaan Indonesia yang merasa punya kepedulian dan keresahan yang sama tentang Bengawan Solo, sungai legendaris yang punya arti penting dalam kehidupan Jawa ini.
Fotografer yang terlibat dalam pameran ini adalah Risman Marah, Darwis Triadi, Teguh Santosa, Arbain Rambey, Oscar Motulah, Beawiarta, Dwi Oblo, Andry Prasetyo, Tarko Sudiarno, Aries Liem, Pandji Vasco Da Gama, BVoy Harjanto, Edial Rusli, Fauzi Helmy, dan Hery Gaos.
Selain itu juga Prof Suprapto Soejono, Dodi Sandradi, Anin Nastiti, Dhiky Aditya, Ebi Vebri Ardian, Fajar Aprianto, Gadhot Subroto, Irwandi, Maulana Surya Tri Utama, Misbachul Munir, Pamungkas Wahyu Setiawan, Pang Hway Seng, Purwastya Pratmajaya, Romi Perbawa, S Setiawan, Sugede S Sudarta, Tandur Rimoro, Yana Daloe, dan Dr Yuyung Abdi.
Sungai terpanjang di Jawa yang dulu indah penuh sejarah dan menyilaukan dunia ini, kjini memang seperti sekadar saluran air semata.
Sampah, limbah, dan segala pencemaran berenang-renang di dalamnya, menghancurkan segala keindahan, kehidupan, bahkan kebudayaan di sepanjangnya.
Bahkan, masa depan kehidupan sungai itu sendiri beserta alam sekitarnya pun menjadi terancam.
Para fotografer Indonesia itu mencoba mengabadikan Bengawan Solo kini, sekaligus sebagai upaya penyadaran dan rasa kepedulian.
Hasilnya, memang banyak estetika fotografi yang bisa dinikmati dalam pameran itu.
Tapi, di balik itu seperti ada rekam-rekam ratapan Bengawan Solo yang bagai sayatan sembilu di dinding kalbu.
Secara dominan, lengkingan-lengkingan Bangawan Solo yang seolah meratap, terekam dalam karya fotografi.
Prof Soeprapto Soejono, misalnya, cukup menangkap gambar sampah-sampah plastik di pinggiran Bengawan Solo.
Satu frame ini sudah cukup menceritakan betapa Bengawan Solo Begitu terluka dan sedang meratap, hingga lengkingannya menjadi pixel-pixel yang mengiris hati.
Atau karya Teguh Santoso yang menggunakan teknik makro.
Landskap Bengawan Solo yang terefleksi dalam embun-embun kecil itu pun bagai gambaran sendu-sedan.
Karya Dwi Oblo lebih lugas mengungkap betapa kandungan Bengawan Solo bukan lagi biota sungai atau keindahan alam sungai.
Hasil jepretannya membuktikan kandungan Bengawan Solo adalah bangkai unggas, logam, kasur bekas, dan limbah lainnya.
Nada sendu pada Bengawan Solo dan kerinduan akan keindahan masa lalu juga terpancar pada karya Darwis Triadi, Arbain Rambey, Phang Hway Seng, Aries Liem, Pandji Vasco dan lainnya.
Wajar jika Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, juga ikut prihatin terhadap kondisi Bengawan Solo kini.
Dalam pidatonya sebelum membuka pameran "Air Mata Air Bengawan", dia mengatakan, Bengawan Solo kini seperti sudah menjadi tempat pembuangan sampah yang sempurna dan toilet terpanjang di dunia.
"Kita akan berusaha melakukan upaya untuk menyelamatkan Bengawan Solo dan upaya itu sudah dilakukan," katanya.
Bahkan, Ganjar Pranowo sudah menjalin kerja sama dengan Gubernur Jawa Timur, Kofifah Indar Parawangsa.
Khofifah memandang, kualitas baku mutu air Sungai Bengawan Solo penting untuk ditingkatkan, karena menjadi sumber air baku untuk masyarakat yang tinggal di sekitar sungai yang memanjang melintasi Jawa Timur dan Jawa Tangah.
Konsep kerja sama yang diusung dalam pengelolaan Sungai Bengawan Solo, kata Khofifah, yakni one river, one management and one plan, atau satu sungai, satu pengelolaan dan satu perencanaan.
"Menjaga daya dukung alam harus dilakukan secara holistik? Jangan sampai air sungai yang menjadi sumber daya alam menjadi korban akibat perkembangan industrialisasi," ujar Khofifah seperti dikutip Kompas.com.
Bahkan, Provinsi Jawa Tengah akan segera mengadakan kongres Sungai.
"Ini akan menjadi momentum kami agar bertemu dan mengkoordinasi DAS Bengawan Solo. Sehingga, Bengawan Solo bisa kita tangani bersama-sama," terang Ganjar.
Bengawan Solo memang bukan sekadar saluran air.
Ia adalah sungai yang menghidupkan peradaban dan kebudayaan.
Ia juga jantung ekosistem, keseimbangan alam, pun salah satu sumber masa depan kehidupan.
Namun, ia sedang terluka, making menganga dan menganga hingga lengkingannya harus segera direspons.
"Bengawan Solo, riwayatmu kini..." (Hery Gaos)