Intisari-Online.com-Istilahharemberasal dari bahasa Arabharamyang berarti tempat terlarang.
Kata itu pertama kali muncul di Timur Tengah, di mana harem terdiri dari sultan, ibu, saudara perempuan, istri, anak, dan selir.
Sistem harem serupa yang berada di Asia Tenggara bernama zenana.
Selama Kekaisaran Ottoman,wanita-wanita di haremdididik secara khusus untuk tampil di depan umum sebagai istri raja.
Harem kekaisaran sultan Ottoman juga disebut "seraglio" di Barat.
Praktik serupa di nusantara juga dikenal dengan pergundikan, memang menjadi hal yang lumrah pada era peradaban kuno bagi para penguasa danelite masyarakat untuk memiliki gundik atau selir, termasuk raja-raja di Jawa.
Bahkan, raja Kasunan Surakarta yang memerintah tahun 1893-1939 itu konon memiliki 40 sampai 45 orang selir.
Sejumlah literatur menyebutkan, Sinuhun Pakubuwono X mampu mengatur waktu ketika berhubungan intim dengan para selirnya itu.
Kemudian juga adaRaja Kashyapa dari Sigirya di Sri Lanka memiliki 500 wanita di haremnya.
Pada saat itu, merupakan suatu kehormatan besar untuk menjadi bagian dari harem raja.
Sebuah institusi yang mirip dengan harem juga ada di Periode Edo dalam sejarah Jepang di antara Ooku.
Sementara itu di China, pada 1421, Kaisar Yonglepunya 2.800 selir.
Baca Juga: 'Swarga Nunut, Neraka Katut:' Kehidupan Para Gundik 'Pemuas' Raja Jawa
(*)