Intisari-Online.com - Tujuan memiliki gundik atau selir yakni untukmeningkatkan prestise pria, salah satunya melalui kemampuannya untuk menghasilkan anak.
Meski begitu,kepemilikan akan gundik jugakesempatan tak terbatas untuk memanjakan hasrat seksual mereka.
Praktik pergundikan semacam itu merupakan hal yang lumrah pada era peradaban kuno bagi para penguasa danelite masyarakat.
Bahkan wanitahanya sebagai suatu simbol yang bermakna rendahan.
Konon, wanita juga hanya sebagai alat raja untuk mendapatkan kemauan yang diinginkan.
Seperti pepatah Jawa 'Swarga nunut, neraka katut' artinya apabila sang laki – laki masuk surga maka wanita akan mengiikuti dan juga berlaku apabila laki – laki masuk neraka wanita juga terbawa.
Sungguh sangat memprihatinkan nasib seorang gundik wanita Jawa.
Meski begitu tidak semua wanita Jawa mempunyai nasib yang kurang baik.
Ada juga wanita yang posisinya sangat berpengaruh bagi seorang raja.
Kedudukan wanita sebagai pengaruh keputusan raja bukan wanita biasa, melainkan wanita yang mempunyai kedudukan penting di mata raja yaitu seorang permaisuri atau ibu kandung dari raja.
Tapi posisi wanita bagi seorang raja bukan semata untuk mencari kepuasan seksualitasnya saja, melainkan untuk kepentingan legitimasi kekuasaan juga.
Peristiwa menarik pada pembahasan dapat ditinjau pada sisi keenam selir Pakubuwana XII.
Para selir tidak pernah menuntut kepada raja untuk dijadikansebagai seorang permaisuri, meskipun dalam perjalanan hidup selalu terdapat persaingan di antara keenam selir Pakbuwono XII.
Dari keenam istri selir dengan kedudukannya yang sama membuktikan, bahwa para istri raja tetap hidupberdampingan walau harus bersaing.
Gambaran peristiwa kehidupan istri raja merupakan suatu wujud atau ciri khas sebagai istri raja harus mau berbagi dengan wanita lain, kaitannya dengan posisi suami sebagai raja yang identik dengan kekuasaan.
Untuk mempertahankan kekuasaan, seorang raja harus memperhatikan beberapa syarat, termasuk untuk menambah kekuatan baik secara materiil maupun fisik.
Banyak orang berfikir negatif tentang perlakuan raja terhadap langkah untuk mendapatkan kekuasaan, namun hidup berbagi dan menghargai merupakan suatu syarat mencapai ketentraman hidup.
Suatu rasa bangga yang ditunjukkan seorang selir kepada beberapa istri raja yang resmi apabila bisa menemani raja pada waktu istirahat.
Baca Juga: Harta dan Kejantanan: 'Senjata Pamungkas' Para Raja Jawa Memikat Gundik
(*)