'Senjata Biologis' Sultan Agung: Bangkai Hewan dan Buah Aren Mampu Taklukkan Militer Surabaya

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

(Ilustrasi) Sultan Agung dalam film yang disutradarai Hanung Bramantyo (2018) - Siasat cerdik Sultan Agung taklukkan Surabaya.
(Ilustrasi) Sultan Agung dalam film yang disutradarai Hanung Bramantyo (2018) - Siasat cerdik Sultan Agung taklukkan Surabaya.

Intisari-Online.com -Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma atau yang lebih dikenal Sultan Agung adalah sultan ketiga yang memimpin Kesultanan Mataram Islam.

Selama berkuasa, tahun 1613 hingga 1645, Mataram telah berkembang menjadi salah satu kerajaan terbesar dan paling dihormati di Nusantara.

Sultan Agung telah banyak berjuang untuk Kesultanan Mataram, termasuk perjuangannya menyerang Batavia yang saat itu dikuasai oleh JP Coen, Gubernur Jenderal VOC tahun 1628.

Tak hanya itu, Sultan Agung juga berperang habis-habisan untuk menaklukkan Surabaya.

Menaklukkan Surabaya menjadi penting untuk legitimasi kekuasaan religius.

Serangan demi serangan telah dilancarkan namun Surabaya selama hampir satu dekade tidak juga kunjung ditembus.

Baru setelah itu akhirnya ada celah melalui pinggiran kota Surabaya yang pertahanannya tak terkalahkan.

Pasukan Mataram di bawah pimpinan dua panglima perangnya, Tumenggung Ketawangan dan Tumenggung Alap-alap menggempur Surabaya pada 1624.

Sawah dan ladang milik penduduk diporak-porandakan, meski begitu pasukan Mataram masih kesulitan mematahkan pertahanan Surabaya.

Sembari mendirikan perkemahan di sekitar Mojokerto, Mataram mulai memikirkan taktik perang.

Mojokerto pada saat itu adalah wilayah paling dekat dengan Kadipaten Surabaya dan berfungsi sebagai daerah pangan.

Tumenggung Mangun Oneng yang diberi mandat memimpin serangan ke Surabaya kali ini melancarkan sebuah taktik unik.

Ia hendak menyumbataliran sungai Brantas yang menjadi sumber air bagi penduduk Surabaya.

Teknik pembendungan tersebut menggunakan berbatang pohon kelapa dan bambu yang diletakkan membentang di dasar sungai sampai dengan permukaannya.

Tidak berhenti di situ, pasukan Mataram juga menggunakan 'senjata biologis' buah-buah aren dan bangkai untuk diceburkan di bendungan.

Buah aren menyebabkan seluruh air menimbulkan gatal-gatal bagi siapa saja yang menyentuhnya dan bangkai hewan menyebabkan bau busuk luar biasa.

Air yang tercemar itu menyebabkan penduduk Surabaya terkena wabah penyakit batuk, gatal-gatal, diare, dan disentri, serta penyakit lainnya.

Penderitaan itu didengar juga oleh raja hingga akhirnya digelar pertemuan.

Surabaya dinyatakan kalah pada 27 Oktober 1625 dan kekuasaan Mataram mulai merambah Jawa Timur.

Usai berhasil menguasai Surabaya, Banten menjadi sasaran selanjutnya.

Baca Juga: Sultan Agung Marah, 744 Prajurit Jawa Dihukum Mati Tanpa Dikubur dan Sebagian Tak Berkepala

(*)

Artikel Terkait