Kisah Pendaratan Pesawat Tanpa Roda Seperti yang Dialami Hercules C-130 di Halim

Ade Sulaeman

Editor

Kisah Pendaratan Pesawat Tanpa Roda Seperti yang Dialami Hercules C-130 di Halim
Kisah Pendaratan Pesawat Tanpa Roda Seperti yang Dialami Hercules C-130 di Halim

Intisari-Online.com - Sebuah pesawat Fokker F-27 milik MNA (Merpati Nusantara Airline) mendarat tanpa roda di landasan 29, pelabuhan udara Talangbetutu, Palembang, 18 Desember 1979. Kisah pendaratan pesawat tanpa roda ini mirip yang dialami pesawat Hercules C-130 di Landasan Udara Halim Perdana Kusuma beberapa waktu sebelumnya.

Ketika itu, pilot maupun co-pilot Hercules sudah mengetahui bahwa roda pesawat mereka tidak bisa keluar karena sistem hidroliknya rusak, sehingga perlu mengadakan pendaratan dengan perut pesawat.

Pilot sudah memberitahukan hal ini kepada petugas menara pengawas (Air Traffic Controller). Dengan ini, petugas pemadam kebakaran pelabuhan udara (PPKP) dapat mempersiapkan mobil-mobil pemadam kebakaran dan mengadakan penyemprotan dengan busa pada rumput-rumput di sebelah kirikanan landasan yang akan digunakan untuk belly landing tersebut.

Sementara itu pilot sendiri sebagai komando utama mengambil tindakan berjaga-jaga lain dengan memberitahu kepada semua penumpang agar menggunakan ikat pinggang pengaman karena akan mengadakan belly landing, istilah untuk pendaratan tanpa roda.

Di samping itu pilot berusaha menghabiskan bahan bakar untuk mengurangi kemungkinan kebakaran pada saat mendarat. Biasanya pilot membuang bahan bakar atau terbang berputar- putar.

Namun lain halnya dengan pesawat Merpati-671 beregistrasi PKMFS yang membawa 37 penumpang pada tanggal 18 Desember 1979. Pesawat itu dalam penerbangan dari pelabuhan udara Palmerah - Jambi menuju ke pelabuhan udara Talangbetutu-Palembang. Rencananya ia akan mendarat pukul 04.54 GMT atau pukul 11.54 WIB.

Pada ketinggian 2500 kaki (833 meter) Merpati-671 berhasil mengadakan hubungan radio dengan petugas menara pengawas Talangbetutu. Seperti biasa petugas menara pengawas memberi instruksiinstruksi pendaratan seperti: arah dan kecepatan angin, suhu udara, tekanan udara dan sebagainya.

Pada saat pesawat sudah mendekati ujung landasan yang akan dipakai mendarat, dan pilot sudah melapor ke petugas menara pengawas bahwa pesawatnya sudah siap untuk mendarat, maka petugas menara pengawas memberikan perintah mendarat.

Beberapa detik sebelum pesawat menyentuh landasan, petugas menara pengawas sempat melihat bahwa roda pesawat belum keluar. Kita tahu bahwa saat pesawat sudah di final merupakan saat yang paling kritis bagi pendaratan.

Satu-satunya tindakan yang bisa diambil oleh petugas menara pengamat hanyalah membunyikan sirene cukup lama dan panjang. Dengan cepat para petugas unit-unit yang berhubungan langsung dengan keselamatan penerbangan mengambil tindakan.

Sementara itu, di dalam pesawat, baik pilot A co-pilot BS, crew maupun penumpang, sama sekali belum menyadari bahwa pesawat akan mendarat tanpa roda. Beberapa detik kemudian, tepat ketika pertama kali perut pesawat menyentuh landasan, orang-orang di dalam pesawat merasakan goncangan agak keras.

Bersamaan dengan itu terdengar bunyi menderit keras sekali seraya asap tebal muncul dari bawah badan pesawat. Penumpang-penumpang menjerit. Pilot dan co-pilot baru sadar pesawatnya mendarat tanpa roda.

Setelah menyeret sepanjang 300 meter di atas landasan, barulah pesawat bisa berhenti. Dengan cepat crew membuka pintu belakang pesawat. Penumpang-penumpang yang panik segera berlarian ke luar. Anak-anak dalam gendongan orangtuanya pada menangis.

Sesaat setelah pesawat berhenti, mobil-mobil pemadam kebakaran dan ambulance mengelilingi pesawat. Busa pencegah kebakaran disemprotkan.

Setelah keadaan dapat diatasi, pilot dan co-pilot yang bertanggungjawab menyatakan bahwa mereka memang lupa menurunkan roda pesawat!

Rupanya nasib baik masih melindungi pilot-co-pilot, crew dan penumpang pesawat itu, sebab belly landing yang tidak disadari oleh semua orang yang berada di pesawat dan dilakukan di atas landasan (bukan di lapangan rumput di sisi landasan) ini tidak menimbulkan kebakaran atau menyebabkan pesawat meledak dan tidak pula meminta korban jiwa.

--

Artikel yang ditulis oleh Sentot Susetyo ini dimuat di Majalah Intisari edisi April 1979 dengan judul asli “Pendaratan Perut di Talangbetutu”.