Intisari-Online.com – Pernahkah Anda bayangkan seperti apa wajah mumi Mesir ketika dia masih hidup?
Mumi yang dikenal sebagai Shep-en-Isis, atau Schepenese, menjadi daya tarik nyata sejak dipindahkan dari Mesir dan tiba di Swis pada tahun 1820
Salah satu artefak Mesir pertama yang tiba di negara itu, tubuh mumi menjadi tontonan bagi publik, dan objek penelitian bagi para peneliti.
Mumi itu diawetkan dengan baik dalam satu set peti mati yang elegan.
Tidak butuh waktu lama bagi wanita yang dibalsem menjadi mumi paling populer di Swiss dan muncul tidak hanya dalam literatur khusus, tetapi juga dalam sebuah novel.
Demikian penjelasan dari Michael Habicht, ahli Mesir Kuno di Flinders University.
Proyek-proyek seperti yang berasald ari pusat penelitian FABAP di Avola, Italia, memungkinkan kita untuk menentukan informasi penting tentang kehidupan mumi, seperti usia, keturunan, dan yang terbaru, seperti apa wajahnya.
Penelitian yang dilakukan pada mumi itu sejak kedatangannya di Swiss pada tahun 1820, mengungkapkan bahwa wanita itu pernah hidup pada abad ke-7 SM.
Habicht menunjukkan, bahwa berdasarkan usia anatomi Shep-en-Isis dan gaya peti mati bagian dalamnya, dia harusnya lahir sekitar 650 SM dan meninggal antara 620 dan 610 SM.
Melalui prasasti yang dijelaskan pada sarkofagusnya, juga dimungkinkan untuk menentukan nenek moyang wanita tersebut, yang lahir dari garis panjang pendeta Amun di Thebes, dan dari keluarga kelas atas yang kaya.
Karena itulah, maka mumi wanita ini pastinya memiliki beberapa tingkat pendidikan formal.
Namun, para peneliti menunjukkan bahwa meskipun penyelidikan intensif dilakukan selama beberapa dekade terakhir, tidak mungkin untuk mengidentifikasi dugaan nama atau profesi suami Shep-en-Isis, atau apakah dia memiliki anak.
Pada tahun 1891, peti mati Mesir Kuno ditemukan dan dipindahkan dari bagian selatan kuil kamar mayat Hatshepsut, yang terletak di Deir el-Baharii di Tepi Barat Sungai Nil.
Di tmepat itu ada makam keluarganya, yang diduga dibuat oleh ayahnya, Pa-es-tjenfi, yang muminya dijaga di Berlin.
Selain dokumen sejarah dan data penelitian yang menjelaskan mumi, tim peneliti memulai proyek rekonstruksi wajah menggunakan informasi yang diperoleh melalui CT scan yang dilakukan pada kerangka mumi, yang disimpan di Perpustakaan Biara Sao Galo di Swiss.
Cicero Moraes, seorang desainer 3D yang mendapatkan pengakuan di daerah tersebut setelah mengembangkan serangkaian rekonstruksi wajah tokoh-tokoh sejarah, ikut serta dalam proyek tersebut dan menempatkan wajah pada mumi tersebut.
Dari catatan Moraes, menurutnya, fitur paling mencolok yang diungkapkan oleh rekonstruksi adalah penonjolan gigi mumi, kelainan bentuk yang dikenal sebagai prognatisme rahang atas kelas II.
Penelitian itu juga berfokus ‘secara eksklusif pada rekonstruksi penampilan forensik dan bukti anatomis.
Lalu memilih untuk tidak menambahkan aksesori apa pun pada rekonstruksi wajah mumi, seperti perhiasan, pakaian, atau wig, yang sering terihat dalam proyek serupa.
Menurut seorang spesialis rekonstuksi wajah forensik, rekonstruksi wajah mengikuti data statistik dan anatomi yang akan dilakukan.
Dengan ini maka kita mengetahui bahwa kompatibilitas struktural, yaitu volume wajah sangat cocok dengan individu saat masih hidup, dengan mempertahankan bentuk umum wajah, hidung, pipi, dan bibir.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari