Intisari-Online.com -“Gerhana! Gerhana! Matahari dimakan oleh raksasa!” Seruan itu menjadi salah satu kebiasan zaman dulu saat terjadi Gerhana Matahari di Indonesia. Hal yang sama juga kalau tiba giliran Gerhana Bulan. “Ada raksasa mengganyang Bulan! Lekas kemari! Bulan hampir habis ditelan!”
Maka berbondong-bondonglah penduduk keluar rumah untuk memandang ke langit, menyaksikan peristiwa langka itu. Di dalam khayalan tampak bulatan Matahari atau Bulan lenyap sedikit demi sedikit ke dalam mulut sang raksasa.
Cepat-cepat orang memukul kentongan di pendopo balai desa. Suasana menjadi hiruk-pikuk. Lesung, kaleng, segala macam benda dipukul betalu-talu. Dengan membuat gaduh itu diharapkan raksasa menjadi takut dan lari tunggang langgang sembari memuntahkan Matahari atau Bulan keluar dari mulutnya.
Betapa celakanya sekiranya raksasa nekad menelan benda-benda angkasa itu, sehingga untuk selanjutnya alam semesta menjadi gelap gulita.
Di beberapa daerah seluruh penghuni desa mulai dari orang tua, bayi, ayam, kambing, dll., harus dibangunkan. Maksudnya agar jangan terlanjur tidur terus di bawah pengaruh gerhana … untuk selama-lamanya. Kadang-kadang pohon di kebun dipukuli pula agar ikut terjaga. Segala keributan baru menjadi reda apabila Matahari atau Bulan muncul kembali dalam keadaan utuh. Maka orang merasa lega karena raksasa jahat telah berhasil diusir.
Kebiasaan membuat suara ribut di kala gerhana dikenal pula di negara lain seperti di negeri China dan di kalangan orang-orang Indian. Orang China membuat hiruk-pikuk guna menghalau naga besar yang mencoba mencaplok benda-benda angkasa tersebut.
Di lain pihak orang Indian menimbulkan kegaduhan bukan untuk mengusir naga, tetapi untuk menakut-nakuti jaguar, coyote, anjing, atau binatang keramat lainnya yang mengganggu Matahari atau Bulan. Ada juga yang melakukannya guna membangunkan Matahari atau Bulan yang telah pingsan.
Selain menabuh tam-tam, memukuli papan dan dinding perahu, orang-orang Indian tidak lupa untuk berteriak-teriak, memaksa bayai-bayi menangis, membetot telinga anjing, memukulinya agar melengking kesakitan dan menambah keramaian.
Sukubangsa Sumu di Nicaragua membuat unggun api besar untuk membantu menakut-nakuti jaguar ganas yang menimbulkan gerhana. Beberapa suku Indian lain mengutamakan penyerangan dengan melepaskan anak panah kepada jaguar di angkasa itu.
Sekiranya Matahari atau Bulan sampai musnah, maka tidak akan ada cahaya lagi dan kehidupan akan lenyap. Demikian jalan pikiran suku Guarayu di Bolivia. Mereka melepaskan panah berapi ke arah Matahari untuk menanggulangi malapetaka itu.
Dengan cara itu Matahari yang hampir padam oleh gerhana akan menyala kembali. Di lain pihak orang-orang di daerah Orinoco cepat-cepat menyembunyikan api di dalam tanah … agar masih ada persediaan api apabila Matahari atau Bulan tidak dapat diselamatkan.(Intisari, 1969)