Intisari-Online.com – Setiap tahun di Kirgizstan, diperkirakan 12.000 wanita muda diculik dan dipaksa menikahi penculik mereka.
Bahkan satu dari lima dirudapaksa dalam proses tersebut.
Sebuah praktik ilegal yang dibenarkan oleh para pelakunya sebagai ‘tradisi’, khususnya di daerah pedesaan Kirgizstan.
Penculikan pengantin tidak hanya melanggar hak asasi perempuan, tetapi juga bisa mengakibatkan tingkat depresi dan bunuh diri yang lebih tinggi di kalangan wanita, tingkat kekerasan dalam rumah tangga, dan perceraian yang lebih tinggi.
Demikian menurut sebuah penelitian dari Duke University, bahkan itu bisa mengakibatkan menurunnya berat badan bayi.
Apa itu tradisi Penculikan Pengantin?
Penculikan pengantin ini bisa menjadi bentuk kawin lari bertahap.
Meski dalam sebagian besar kasus itu adalah penculikan paksa, dan umumnya menargetkan wanita muda, termasuk mereka yang berudia di bawah 18 tahun.
Penculikan biasanya direncanakan sebelumnya, sering kali dengan bantuan keluarga pria tersebut.
Skenario yang umum terjadi adalah seorang wanita diculik dari jalan saat dia melakukan rutinitas sehari-harinya oleh sekelompok pria muda, dimasukkan ke dalam kendaraan, dan di bawah ke rumah ‘pengantin pria’, di mana dia ditahan di luar kehendaknya.
Namun kadang-kadang karena ini wanita mendapatkan tekanan psikologis, bahkan diperkosa untuk memaksanya tunduk pada pernikahan.
Dalam beberapa kasus, wanita tersebut bahkan mungkin belum pernah bertemu dengan pria yang menculiknya sebelum penculikan.
Dalam masyarakat Kirgizstan, khususnya di daerah pedesaan, reputasi seorang wanita yang belum menikah dapat rusak, apalagi jika dia menghabiskan satu malam di luar rumah keluarganya.
Akibatnya, para korban sering merasa bahwa kehormatan keluarga mereka dipertaruhkan, sehingga mereka tidak punya jalan lain selain menyetujui pernikahan.
Bahkan keluarga mereka mungkin menekan mereka untuk menyetujuinya.
Untuk alasan yang sama, insiden ini tidak dilaporkan ke pihak berwenang, terutama jika wanita itu tinggal bersama pencuuliknya.
Lalu, mengapa penculikan pengantin terjadi?
Penculikan pengantin secara sosial diterima sebagai tradisi Kirgizstan, meskipun penculikan pengantin non-konsensual tampaknya tidak umum sebelum awal abad ke-20 dan praktik tersebut telah ilegal di Kirgizstan sejak tahun 1994.
Sejak kemerdekaan Kirgizstan pada tahun 1991, Kirgizstan sering menegaskan etnisitas dan tradisi mereka sebagai cara untuk menjauhkan diri dari masa lalu Soviet dan menegaskan identitas independen negara itu.
Penculikan pengantin mungkin hanya salah satu cara untuk mengekspresikan nasionalisme etnis itu.
Dalam bentuk suka sama suka, penculikan pengantin mungkin merupakan cara bagi pasangan untuk menghindari izin dari orangtua atau pembayaran mahar yang mahal.
Jika tidak setuju, mungkin pelakunya takut ditolak atau kesulitan menemukan pengantin wanita yang bersedia, atau keluarga mempelai pria ingin menghindari pernikahan besar yang mahal.
Penculikan mempelai wanita tidak hanya melanggar hukum Kirgizstan dan hak asasi perempuan, tetapi juga menyebabkan kerusakan bagi korban maupun keluarga.
Sebuah hotline yang dikelola LSM untuk korban kekerasan dalam rumah tangga memperkirakan bahwa sekitar 15 persen dari panggilan mereka terkait dengan penculikan pengantin.
LSM yang sama memperkirakan bahwa 60 persen pernikahan berdasarkan penculikan pengantin berakhir dengan perceraian.
Ada juga beberapa kasus perempuan bunuh diri tak lama setelah diculik atau dipaksa menikah.
Pengantin yang diculik mungkin belum menyelesaikan sekolahnya, sehingga setelah menikah, banyak yang tidak mendapatkan akses pendidikan atau kesempatan ekonomi.
Akibatnya tidak hanya hilangnya impian pribadi mereka tetapi juga berdampak negatif pada perekonomian nasional secara luas.
Menurut berbagai penelitian oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Bank Dunia, ketika perempuan bekerja, ekonomi berkembang lebih cepat, dan perempuan cenderung menghabiskan pendapatan rumah tangga dengan cara yang menguntungkan anak-anak mereka.
Sering kali, kawin paksa menjadi upacara keagamaan yang dilakukan oleh imam setempat dan tidak terdaftar di otoritas negara.
Kurangnya pencatatan ini dapat menimbulkan masalah di kemudian hari, karena wanita dalam perkawinan yang tidak dicatatkan tidak berhak atas penyelesaian properti, tunjangan, atau tunjangan anak dalam kasus perceraian atau penelantaran.
Pemerintah Kirgizstan sedang berupaya untuk mengakhiri tradisi penculikan pengantin, melansir csce.gov.
Pada tahun 2013, hukuman untuk penculikan pengantin ditingkatkan dari tiga menjadi tujuh tahun penjara, dan pada tahun 2016 sebuah undang-undang baru diberlakukan terhadap pernikahan di bawah umur dan pernikahan paksa yang juga meminta pertanggungjawaban mereka yang melakukan pernikahan tersebut dan kerabat yang berpartisipasi dalam mengorganisirnya.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari