Kasusnya Nyaris Tak Tersorot di Indonesia, Namun Siapa Sangka Kasus 'Kematian di Indonesia ' Ini Sampai Mendapat Protes Besar-Besaran Oleh Komunitas LGBT di Peru, Bagaimana Kasusnya

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi  LGBT
Ilustrasi LGBT

Intisari-online.com - Hampir dua bulan ini Indonesia memang dihebohkan dengan kasus pembunuhan Brigadir J yang didalangi oleh Ferdy Sambo.

Namun, dari sekian banyak kasus yang terjadi di Indonesia, ada kasus yang cukup di sorot di negara dari belahan benua Amerika.

Kasus tersebut, adalah kematian seorang warga negar Peru di Pulau Bali Indonesia.

Mengutip Reuters, pada Sabtu (27/8/22), kematian tersebut menimpa seorang LGBT bernamaRodrigo Ventosilla, di pulau Bali Indonesia.

Hal ini sampai membuat aktivis LGBT di Peru menggelar protes pada Jumat (26/8).

Mereka mempertanyakan bagaimana pemerintah mereka menangani kematian seorang transgender Peru di Indonesia awal bulan ini.

Dimana ia ditahan di bandara saat tiba untuk merayakan bulan madunya.

Rodrigo Ventosilla, seorang mahasiswa pascasarjana Peru di Universitas Harvard dan aktivis hak-hak transgender, meninggal di pulau wisata Bali.

Menurut laporan ia meninggal karena "suatu kondisi" setelah beberapa hari ia ditahan karena dugaan kepemilikan ganja.

Kementerian luar negeri Peru mengeluarkan pernyataan minggu lalu yang menyebut dugaan kepemilikan narkoba Ventosilla sebagai kejahatan serius di Indonesia.

Menjelaskan bahwa transfobia tidak menjadi faktor dalam penangkapannya, tetapi dikatakan bahwa dia kemudian meninggal saat dalam tahanan.

"Kami menolak dan mengutuk pernyataan kementerian luar negeri," kata aktivis LGBT Luz Manriquez pada protes kecil di Lima.

Baca Juga: Jadi Satu-satunya Tersangka yang Belum Ditahan,Putri Candrawathi Blak-blakan Katakan Hal Ini pada Penyidik, Bahkan BantahPembunuhan Berencana Brigadir J

Manriquez mengatakan pernyataan pemerintah itu bias karena mengadopsi posisi Indonesia dan tidak menuntut penyelidikan.

"Itu tidak memiliki empati karena tidak mengakui bahwa seorang Peru tewas di tangan polisi dari negara lain," tambah Manriquez.

Brenda Alvarez, seorang pengacara untuk keluarga Ventosilla, mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat (16/8).

Bahwa kementerian luar negeri telah setuju untuk meminta maaf atas pernyataan itu dan meluncurkan penyelidikan.

Kementerian luar negeri Peru tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Alvarez menambahkan, belum ada tanggal pasti kapan jenazah Ventosilla akan tiba di Lima.

Polisi Indonesia mengatakan kepada Reuters minggu lalu bahwa kasusnya ditutup dan tidak ada kekerasan yang terlibat dalam kematian Ventosilla.

"Bahkan jika Anda ditahan di negara lain, tidak nyata dan menyakitkan bahwa (pemerintah Peru) dapat meninggalkan Anda seperti ini," kata Arturo Davila, anggota Diversidades Trans Masculinas, sebuah organisasi hak trans yang didirikan Ventosilla tujuh tahun lalu di Peru.

Artikel Terkait