Intisari-Online.com -“Kalau ongkos kira-kira sampai delapan jutaan. Itu kalau pakai perahu sendiri. Kalau carter bisa sampai 10 jutaan,” ujar Jhonson, (40), warga perbatasan Indonesia-Malaysia terkait biaya yang harus ia keluarkan untuk mengurus KTP atau dokumen kependudukan lainnya.
Jhonson terpaksa pasrah ketika harus kembali pulang ke Desa Tao Lumbis, Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ketika persyaratan untuk mengurus akte kelahiran anaknya kurang. Padahal, untuk kembali ke kampung halamannya yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia tersebut dibutuhkan bensin hingga 2 drum karena saking jauhnya dari ibu kota Kabupaten Nunukan.
Mahalnya ongkos perjalanan dari daerah di wilayah perbatasan Kecamatan Lumbis Ogong, membuat sebagain warga enggan mengurus KTP maupun administrasi kependudukan lainnya. Untuk menuju Nunukan, satu satunya moda transportasi adalah menggunakan perahu dengan mengarungi sungai yang berjeram.
“Saya pernah minta ganti minyak karena harus pulang, persyaratan mengurus akta kelahiran kurang. Mereka mana mau tahu kalau tempat kita jauh,” imbuh Jhonson.
Sulitnya akses warga di wilayah perbatasan Lumbis menuju Nunukan membuat mereka bergantung sepenuhnya kepada negara Malaysia untuk memenuhi kehidupan mereka. Tidak heran saat ini, dari hampir 200 kepala keluarga yang tinggal di desanya, sekarang hanya tinggal 70 kepala keluarga.
“Mereka ke Malaysia semua mencari kerja,” kata Jhonson. Ketergantungan dan kemudahan akses warga di wilayah perbatasan membuat sebagain warga mengaku memiliki KTP ganda. Bahkan, sebagian mereka mengaku menerima Bantuan Rakyat Malaysia (BRM) karena kepemilikan KTP Malaysia.
Menanggapi sulitnya warga perbatasan mendapatkan KTP, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Nunukan menjemput bola dengan memberikan pelayanan cetak langsung KTP di 5 desa di wilayah perbatasan negara Malaysia.
Selama empat tahun terakhir, Disdukcapil Nunukan baru 2 kali memberikan layanan langsung cetak KTP kepada warga perbatasan. Minimnya infrastruktur dan mahalnya ongkos transportasi menjadi kendala Disdukcapil menjangkau mereka.
“Dari tanggal 25 sampai 30 (Juli) kita akan memberikan kayanan kepada 5 desa di wiayah perbatasan. Kita bawa semua peralatan dari alat cetak KTP sampai genset solar karena di sana tidak ada. Untuk ke sana kita carter perahu 8 juta, itu yang mencarikan pak Camat, lebih murah,” ujar kepala Disdukcapil Nunukan Samuel Parangan.(Kompas.com)