Intisari-Online.com – Calon Ratu Sirikit lahir pada tanggal 12 Agustus 1932 sebagai putri Pangeran Nakkhatra Mangkala Kitiyakara dan Mom Luang Bua Snidvongs di rumah kakek dari pihak ibu.
Itu berarti genap pada hari ini, Ratu Sirikit berulang tahun yang ke-90.
Dia memiliki dua kakak laki-laki, Mom Rajawongse Kalyanakit Kitiyakara (1929-1987) dan Mom Rajawongse Adulakit Kitiyakara (1930-2004) dan seorang adik perempuan, Mom Rajawongse Busba Kitiyakara (1934).
Gelar ‘Mom Rajawongse’ diterjemahkan sebagai ‘Yang Terhormat’ dan diberikan kepada anak laki-laki yang membawa trah Mom Chao, yang berarti Yang Mulia.
Kakeknya Kitiyakara Voralaksana, Pangeran Chanthaburi I, adalah putra ke-12 Raja Chulalongkorn, juga dikenal sebagai Raja Rama V.
Sirikit dibesarkan di Istana Deves, dekat Sungai Chao Phraya di Bangkok.
Sejak umurnya empat tahun, dia bersekolah di Kindergarten College di Rajini School.
Selama Perang Pasifik, dia pindah ke Sekolah Biara Santo Fransiskus Xaverisu, yang lebih dekat ke istana.
Di akhir perang, dia dan keluarganya pindah ke Inggris karena ayahnya ditunjuk sebagai duta besar, karena itulah Sirikit menjadi fasih berbahasa Inggris dan Prancis.
Karena pekerjaan ayahnya, mereka sering berpindah-pindah, dan di Prancis inilah dia bertemu calon suaminya, Raja muda Bhumibol Adulyadej (juga dikenal sebagai Raja Rama IX) dari Thailand.
Sirikit belajar untuk menjadi pianis di Prancis, dan dia masih berusia 15 tahun.
Meski begitu, Sirikit menemani Bhumibol saat mengunjungi tempat-tempat wisata di Paris.
Sirikit mengingat pertemuan pertama mereka, dan menggambarkan untuk BBC, “Itu adalah kebencian pada pandangan pertama, karena dia mengatakan akan tiba pada jam empat sore. Dia tiba pada pukul tujuh, membuat saya tetap berdiri di sana, berlatih membungkuk dan membungkuk. Tapi lain kali, itu cinta..”
Mereka menikah pada tahun berikutnya, pada tanggal 28 April 1950, di Istana Srapathum.
Sirikit ketika itu belum genap berusia 18 tahun, dan orangtuanya juga menandatangani akta nikah.
Pada tanggal 5 Mei 1950, suaminya mendapatkan penobatannya, dan Sirikit menerima gelar Somdet Phra Borommarachini.
Setelah bulan madu singkat di Hua Hin, pengantin baru itu kembali ke Swiss untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Anak pertama pasangan itu lahir di Lausanne pada 5 April 1951, dan diberi nama Putri Ubol Ratana.
Saat kelahiran anak kedua mereka, mereka sudah kembali ke Thailand.
Calon Raja Maha Vajiralongkorn (atau Raja Rama X) lahir pada 28 Juli 1952.
Popularitas mereka meningkat, tanpa mereka berusaha.
Kemudian dua putri lagi menyusul, Putri Maha Chakri Sirindhorn lahir pada tahun 1955, dan Putri Chulabhorn Walailak lahir pada tahun 1957.
Pada tahun 1956, Raja Bhumibol menjadi biarawan untuk waktu yang singkat, dan selama waktu ini, Sirikit bertindak sebagai wali.
Hingga pada awal 1970-an, prestise dinasti itu dipertaruhkan.
Putra tunggal mereka Vajiralongkorn tidak mewarisi pesona dan keterampilan diplomatik orangtuanya dan tidak disukai, tetapi hukum Suksesi Istana 1924 hanya mengizinkan keturunan laki-laki Raja Chulalongkorn oleh Ratu resminya untuk naik takhta.
Ketika Bhumibol jatuh sakit pada tahun 1975, berbarengan dengan pemberontakan, kekhawatiran tentang suksesi dan frustasi dengan kapitalisme, semuanya menjadi berantakan.
Dia dan Sirikit beralih ke konservatisme kekerasan yang akhrinya mengarah pada pembantaian Thammasat.
Sirikit menjadi ratu yang terkenal selama 20 tahun pertama, tetapi dia mulai melawan proses penuaan.
Dia mulai minum pil diet dan energi, dan berkata, “Suamiku bilang dia membenciku menjadi gemuk.”
Ketika dia jatuh cinta dengan seorang Kolonel Narongdej, orang-orang mengira mereka memiliki hubungan intim, dan itu menjadi skandal.
Ketika Narongdej meninggal pada tahun 1985, duka Sirikit untuknya menjadi bahan ejekan.
Citranya semakin rusak ketika rumor perjalanan ke Amerika Serikat merinci bagaimana dia menjalani operasi plastik, mengumpulkan uang yang seharusnya untuk amal, dan bagaimana dia menyimpan uang untuk berjaga-jaga jika monarki bangkrut, melansir History of Royal Women.
Sirikit tetap disibukkan dengan putranya yang nakal, dan pada akhir 1985, dia mengalami gangguan dan menghilang dari pandangan publik selama enam bulan.
Putri Chulabhorn datang untuk membela ibunya, “Jika orang-orang marah karena dia menghilagn dari pandangan publik, kita (anak-anaknya) yang harus disalahkan karena kita selalu bersikeras agar dia beristirahat daripada muncul di depan publik. Biasanya setiap orang memiliki hari libur, tetapi Yang Mulia tidak pernah memilikinya.”
Upaya lebih lanjut bagi Sirikit untuk membangun warisannya, dia mendorong produksi film epik tentang Ratu Suriyothai yang legendaris dan memilih aktris utamanya sendiri.
Film itu menelan biaya lebih dari 10 juta dolar dan pada saat itu merupakan film Thailand termahal yang pernah dibuat.
Bagi Sirikit, dekade terakhir ini merupakan tantangan baginya.
Pada tahun 2012, dia menderita stroke, dan sejak itu dia menahan diri dari penampilan di depan publik.
Bhumibol meninggal pada tanggal 13 Oktober 2016, lalu menyerahkan takhta kepada putra kontroversial mereka, Vajiralongkorn.
Ratu Sirikit dilaporkan menderita demensia dan tidak dapat lagi berkomunikasi.
Lalu pada tahun 2020, sebuah pameran seni diadakan untuk menghormati hari ibu dan ulang tahun ke-88 Ratu Sirikit.
Baca Juga: Waktu Muda Raja Bhumibol Adulyadej Suka Ngebut dan Ngejazz
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari