Intisari-Online.com -Tak hanya musik dangdut--yang identik dengan Indonesia, orang-orang Amerika Serikat juga sangat menyukai alat musik gamelan. Jika tidak percaya, cobalah bertanya kepada Brent Talbot, seorang guru gamelan di Gettysburg College, Pennsylvania, Amerika Serikat, yang juga pendiri grup gamelan Gita Semara.
“Saya melatih gamelan Gita Semara di Gettysburg College di Gettysburg, Pennsylvania,” ujar Talbot. “Saya menyukai gamelan karena ini alat musik ini yang menyatukan banyak orang. Gamelan juga indah suaranya dan sangat merepresentasikan Indonesia.”
Talbot memulai jatuh cintanya terhadap gamelan setelah diperkenalkan oleh guru gamelannya di AS, I Nyoman Suadin. Saat itu Talbot sedang menempuh pendidikan master dan doktoral di Eastman School of Music.
Tak sekadar memperkenalkan musik tradisional Indonesia, sebagai seorang pengajar, Talbot juga menggugah rasa ingin tahu mahasiswanya untuk mempelajari gamelan, yang ia sebut, “benar-benar berbeda dengan musik tradisional AS.”
Alice Broadway, salah seorang anggota grup gamelan Gita Semara menjelaskan, gamelan menarik untuk dipelajari karena cara permainannya yang berbeda. Alice sendiri biasa memainkan flute ketika berada di konservatorium.
“Tapi saya belum pernah memainkan ansambel perkusi, jadi ini adalah bagian dalam bermain musik yang saya bisa kembangkan, di mana saya juga bisa melakukan penelitian atas gamelan ketika saya ke Bali,” sambungnya.
Pujian juga datang dari Janelle Wertzberger. Menurutnya, pendekatan yang dilakukan oleh Talbot ketika mengajar memudahkannya untuk mempelajari gamelan. Ia menyebut pengajarnya itu bisa dengan mudah membantu para mahasiswa dalam mengajar musik, nantinya.
Gamelan angklung Gita Samara yang berarti “suara surgawi” ini dibentuk oleh Talbot pada tahun 2010. Kini, grup yang memiliki sekitar 30 orang anggota ini tidak hanya diisi oleh para akademisi di Gettysburg College, namun juga oleh warga setempat.
“Salah satu alasan mengapa saya menyukai gamelan adalah karena alat musik ini sangat menantang bagi saya sebagai guru,” kata Talbot. “Apalagi saya bukan orang Bali dan tidak dibesarkan di Indonesia, jadi ada keterbatasan pada kemampuan saya untuk mengajarkannya.”(Kompas.com)