Lorong Masa: Mantan Kiper dan Ketum PSSI, Mauli Saelan (2)

Verena Gabriella

Penulis

Lorong Masa: Mantan Kiper dan Ketum PSSI, Mauli Saelan (2)
Lorong Masa: Mantan Kiper dan Ketum PSSI, Mauli Saelan (2)

Intisari-Online.com -Tidak ada habisnya membahas sepakbola di Indonesia. Termasuk kisah di masa lalu yang termuat dalam artikelIntisariedisi Januari 1965yang mengangkat Kolonel M. Saelan yang saatitu sedang menjabat sebagai Ketua Umum PSSI."Salah satu dari pengalaman yang sangat mengesankan ialah ketika ia bertanding melawan regu Rusia di Olympic Games tahun 1956 di Melbourne. Ketika itu kami berhasil memaksa Uni Soviet untuk main 0-0 dalam pertandingan pertama. Stand ini tetap dipertahankan sesudah diperpanjang 15 menit, hingga perlu diadakan pertandingan kembali," ujar M. Saelan.

“Pertandingan ini bagi saya adalah yang paling memuaskan meskipun pada pertandingan ulangan kami akhirnya kalah dengan angka 4-0. Paling memuaskan karena pada penilaian saya permainan waktu itu merupakan prestasi tertinggi yang pernah dicapai oleh regu nasional kita. Pertandingan itu membesarkan hati karena dari situ terbukti bahwa jalan kejuaraan internasional terbuka bagi kita. Sebab regu Rusia bukan lawan yang enteng, mereka kemudian keluar sebagai juara Olympic Games tahun itu.”

Ditanya mengapa regu nasional kita akhirnya kalah dengan selisih begitu banyak, pak Saelan menjawab, “Ya, kita tak punya daya tahan fisik yang kuat untuk bertahan dalam pertandingan berturut-turut dalam jangka waktu begitu pendek.” Memang menurut pak Saelan di situ letaknya salah satu kelemahan pemain-pemain Indonesia.

Orang Indonesia tidak begitu tinggi bila dibandingkan dengan banyak bangsa asing, berat atau besar badannyapun kalah. Tapi ini tidak mengapa, karena dengan teknik-teknik tertentu seorang pemain bola yang bertubuh kecil dapat unggul dalam melawan pemain yang bertubuh besar, tidak perlu kalah desak dengan pemain yang berotot lebih kuat.

Dibandingkan dengan pemain-pemain Eropa, orang Indonesia mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan. Daya reaksi cepat, kelincahan gerak-gerik, elastisitas. Tapi sayang sifat-sifat ini belum dapat digunakan sebaik-baiknya dalam bertanding dengan orang asing yang gerak-geriknya kaku, daya reaksi kurang cepat dan tidak begitu elastis itu. Kita menjadi tak berdaya karena mereka mempunyai stamina yang kuat dalam jangka panjang.

Ketua Umum PSSI itu mengatakan bahwa memang permainan semacam itu yang kita cita-citakan. Dalam teknik operan rendah lincah, bakat-bakat yang ada pada kita dapat digunakan sebaiknya.

Menurut pak Saelan kemunduran sepakbola di Indonesia ini disebabkan oleh sentralisasi yang berlebihan di masa lampau. Dulu dalam PSSI dibedakan tiga tim menurut mutu: 1) tim Banteng, 2) Garuda dan 3) Junior. Pemain tim pertama dipilih antara tim kedua dan ketiga. Kemudian tim pertama dan kedua dilebur menjadi satu. Ini mempunyai akibat yang kurang baik bagi penyeleksian dan pencarian pemain-pemain baru yang bermutu.

Pemain-pemain baru yang diambil dari daerah-daerah memiliki teknik dan pengetahuan sepakbola yang tidak setaraf dengan pemain di pusat. Mulai ada kepincangan. Akibat dari sentralisasi yang berlebihan di masa lampau tetap terasa di tahun-tahun berikutnya.(Bersambung)