Teror Menjadi Sarapan Abraham Samad

K. Tatik Wardayati

Editor

Teror Menjadi Sarapan Abraham Samad
Teror Menjadi Sarapan Abraham Samad

Intisari-Online.com – Bukan hal mudah untuk memberantas korupsi di negeri ini. Lawan yang dihadapi sangat banyak. Sebagian besar punya kekuatan, kekuasaan, dan uang. Untuk melawannya modal kejujuran saja tidak cukup, tapi juga butuh keberanian. Di sinilah Abraham Samad (46), sang “komandan” KPK Jilid 3 (2011 – 2015) diuji. Berikut kisah-kisahnya.

--

Demikian pernyataan Ketua KPK Abraham Samad kala diwawancara wartawan Intisari, Yoyok Prima Maulana, Agustus 2013 lalu. Ia sadar, posisinya amat rawan dan berbahaya. Tapi, justru itu yang membuatnya bersemangat. Bahkan, teror sudah seperti sarapannya di setiap pagi. Berikut penuturan Abraham Samad.

"Sebelumnya, saya ucapkan dulu selamat ulangtahun ke-50 kepada Majalah Intisari. Saya sudah lama mengenal majalah ini. Bentuknya kecil dan enak dibawa. Ibu saya suka membacanya. Demikian pula istri saya.""Saya akan memulai kisah dengan satu kata, Indonesia. Di mata saya, negeri ini punya potensi besar untuk menjadi bangsa yang besar dan sejahtera. Tapi sayang, tujuan ke sana belum tercapai karena korupsi yang demikian masif dan menggurita. Hal inilah yang membuat saya sakit hati sejak lama.""Kondisi sekarang juga masih memprihatinkan. Meski Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) naik menjadi 32 poin dibandingkan dengan tahun lalu yang ada di angka 30, ranking Indonesia tetap di jajaran bawah. Bahkan, level IPK-nya masih kalah dari Timor Leste. Ini menunjukkan bahwa langkah perjuangan memerangi korupsi masih panjang dan berat."

"Saya sendiri dilantik menjadi Ketua Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2011. Terus terang, saya tidak berambisi duduk sebagai ketua. Bagi saya, bisa bergabung dengan KPK saja sudah cukup. Itu cita-cita saya. Sekadar tahu saja, dulu saya pernah melamar ke KPK sebanyak tiga kali namun gagal terus."

"Sekarang saya sudah bergabung, bahkan terpilih sebagai ketua. Tentu kesempatan ini tidak akan saya sia-siakan. Apalagi sejak dulu saya memang punya motivasi besar untuk ikut serta dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebagai contoh, semasa menjadi pengacara di Makassar, saya aktif memerangi korupsi lewat lembaga Anti Corruption Committe (ACC)."

"Soal teror, dari sejak di Makassar kami sekeluarga sudah siap diteror. Wartel saya pernah dibakar. Pagi-pagi dikirimi bangkai kucing. Awal-awal saya takut, tapi kini sudah tidak lagi. Bagi saya, teror sudah seperti sarapan pagi saya."

Baca kisah selengkapnya di Majalah Intisari edisi khusus ulang tahun ke-50, September 2013 (500 halaman).