Intisari-Online.com -Pagi 20 Juli 1944, Jenderal Stieff, Claus von Stauffenberg, dan ajudannya Letnan Haeften mendarat di Bandara Rastenburg, dekat Wolfsschanze, markas besar Fuhrer. Stauffenberg turun menenteng tas berisi dokumen, sedangkan Haeften membawa tas berisi bom. Mereka sempat berbincang-bincang dengan Laksamana Tempur Keitel.
Stauffenberg dan Haeften lalu pamit masuk kamar untuk berganti baju. Saat itulah, keduanya menata ulang isi koper masingmasing. Bom dipindahkan ke koper kerja Stauffenberg, dan disetel untuk meledak dalam 10 – 15 menit. Lalu dengan tenang Stauffenberg masuk ke ruang pengarahan bersama Keitel. Ajudan Keitel berulang kali menawarkan bantuan untuk membawakan koper Stauffenberg, tapi si empunya selalu menolak.
Pertemuan diselenggarakan di ruang peta. Keitel melapor pada Hitler perihal kehadiran Stauffenberg. Hitler memberi salam padanya. Stauffenberg dipersilakan duduk di sebelah kanan Jenderal Heusinger yang duduk bersebelahan dengan Hitler. Agar dapat menempatkan koper tepat di sasaran, Stauffenberg berjalan mendekati meja peta. Tapi Kolonel Brandt, staf Heusinger, menghalangi. Akhirnya, dia meletakkan koper di bawah sisi kanan meja. Setelah itu, dia menghilang tanpa ketahuan.
Blammm!! Suara bom didengar Stauffenberg dari luar ruang peta. Jam saat itu menunjukkan pukul 12.45 siang. Setelah ledakan reda, Stauffenberg dan Haeften bergegas menuju bandara. Mereka berjalan melewati ruang konferensi, dari jarak sekitar 15 - 17 m. Sepertinya, bom meledak dengan sempurna. Kesempurnaan itu makin lengkap, setelah keduanya berhasil keluar markas Hitler dengan melewati dua titik penjagaan.
Ketika Stauffenberg dan Haeften berada di pesawat, sebenarnya sempat muncul perintah untuk menembak jatuh pesawat yang ditumpanginya. Tapi perintah itu datang ke meja Mayor Frederich Georgi, staf Angkatan Udara, menantu Jenderal Olbricht. Tentu saja, Georgi tidak meneruskan pesan itu, sehingga Stauffenberg selamat sampai di Berlin.
Sementara itu, pejabat rumah sandi berinisiatif menghentikan sementara arus lalu-lintas sandi. Sedangkan ajudan Hitler sibuk mengeluarkan seruan, agar kabar pembunuhan itu tidak bocor ke luar. Hidup matinya Hitler sendiri masih simpang siur. Namun, tak peduli apakah Hitler mati atau masih hidup, Jenderal Olbricht dan kawan-kawan segera memanfaatkan peluang ini.
Sesuai rencana, Olbricht segera mengeluarkan arsip-arsip operasi "Valkyrie" dari brankas. Olbricht lalu menemui Panglima Perang Pasukan Pengganti, Kolonel Jenderal Fromm, untuk memberi tahu kabar kematian Hitler, sekaligus mendesak agar rencana bernama sandi "Valkyrie" segera dilaksanakan. Fromm diminta menandatangani dokumen-dokumen itu, agar dapat segera dikirim ke petugas lalu-lintas sandi.
"Valkyrie" adalah aksi yang dirancang pada 1942, dibuat atas persetujuan penuh Hitler. Dokumen itu dibuat atas usulanjenderal Olbricht, yang berhasil meyakinkan Hitler tentang potensi gangguan keamanan dari para pekerja asing di Jerman. Untuk itu, harus disiapkan aksi untuk memobilisasi pasukan pengganti, bahkan seandainya komunikasi antara dirinya, Hitler, dan markas Angkatan Darat terputus. Dalam keadaan seperti itu, para pimpinan staf pasukan pengganti harus diberi wewenang melaksanakan rencana "Valkyrie" atas inisiatifnya sendiri.
Lewat "Valkyrie" inilah, pasukan pengganti dimobilisasi untuk secara "resmi" mengkudeta Hitler.
Rumah sandi macet
Sialnya, Fromm ternyata tidak langsung menandatangani perintah itu. la ingin kepastian nasib Hitler, sebelum terlibat dalam kudeta. Setelah tahu Hitler masih hidup, Fromm menolak menandatangani perintah-perintah "Valkyrie". Stauffenberg yang baru tiba di Berlin ikut merayu Fromm, "Aku melihat sendiri, setelah ledakan, sejumlah besar petugas medis datang berbondong-bondong."
Fromm menjawab dengan kecut. "Stauffenberg, rencanamu gagal, kamu harus menembak langsung dirimu sendiri." Stauffenberg menolak, "Tidak, aku tidak akan melakukan hal konyol seperti itu." Perdebatan berakhir dengan disanderanya Fromm oleh Stauffenberg dan kawan-kawan. Bersamaan dengan itu, Kolonel Jenderal Hoepner diminta menggantikan Fromm. Selain menggantikan Fromm, Hoepner juga diberi posisi baru, sebagai komandan tertinggi wilayah pasukan dalam negeri.
Sejak itu, pesan-pesan jarak jauh "Valkyrie" yang dikirimkan Stauffenberg dan kawan-kawan mengalir deras lewat rumah sandi. Begitu banyaknya perintah yang harus dikirim, lama-kelamaan petugas lalu-lintas sandi kewalahan. Kantor pengirim pesan mengalami kemacetan pada semua sirkuitnya. Untuk memecah kebuntuan, petugas kemudian memanfaatkan sirkuit yang melalui markas besar Hitler.
Akibatnya, perintah-perintah kudeta sampai juga di meja sang Fuhrer. Sejak itu Hitler tahu, upaya pembunuhan itu tidak semata mata kerja satu orang, tapi merupakan sandi kudeta. Hitler lalu membalas dengan menginstruksikan petugas sandi menahan semua pesan tertulis jarak jauh, sambil menambahkan Fuhrer tidak mati, dan semua pesan yang telah dikirim merupakan aksi kudeta, pengkhianatan para perwira di bawah komando panglima perang pasukan pengganti. Di Markas Angkatan Darat, perlakuan ramah Stauffenberg terhadap Fromm berakibat fatal. Atasannya itu melanggar janji untuk tidak berbicara dengan Hitler maupun Keitel tanpa izin Hoepner. Di dalam kamarnya, Fromm beberapa kali menelepon sang Fuhrer.
Tepat pukul 18.45, Radio Jerman mengumandangkan pengumuman pertamanya, "Sebuah serangan bom telah ditujukan pada Fuhrer hari ini. Berikut ini para pengawal pribadi beliau yang terluka parah: Letnan Jenderal Schmundt, Kolonel Brandt. Sedangkan yang cedera ringan: Kolonel Jenderal Jodl, Jenderal Korten, Jenderal Buhle, Jenderal Bodenschatz, Jenderal Heusinger, Jenderal Scherff, Laksamana Voss, Laksamana von Puttkammer, dan Letnan Kolonel Borgmann. Fuhrer sendiri hanya mengalami luka bakar ringan dan memar."
Pengumuman itu keruan membuat bingung pihak penerima perintah "Valkyrie", termasuk batalion pimpinan Mayor Reimer yang sedang menjaga sejumlah gedung pemerintah. Alih-alih mendukung "Valkyrie", Rimer malah terbujuk oleh Hitler untuk mengamankan Berlin. Dia diberi kewenangan luar biasa – melebihi kewenangan seorang jenderal - untuk menekan para perwira yang melakukan kudeta.
Pukul 21.00, petugas pusat lalu-lintas sandi menerima pesan dari markas besar Hitler. Pesan yang ditandatangani Keitel itu dialamatkan ke Jenderal Olbricht. Perintahnya berbunyi: "Fuhrer telah mengangkat SS Reichsfuhrer, Himler sebagai panglima perang pasukan pengganti, dan telah memberinya kekuasaan penuh. Perintah-perintah hanya boleh diterima dari SS Reichsfuhrer dan aku. Perintah apa pun yang diterima dari Fromm, von Wizleben, atau Hoepner tidak sah."
Menjelang tengah malam, suasana kian mencekam. Jenderal Beck dan Laksamana Tempur Wizleben bertengkar hebat. Sedangkan Stauffenberg, Kolonel Mertz von Quirnheim, Letnan von Haeften, dan Jenderal Olbricht memutuskan berjuang sampai mati. Situasi makin buruk ketika lengan Stauffenberg ditembak dari belakang, saat melintas di sebuah gang di luar gedung. Mereka lalu memutuskan memperkuat pengamanan gedung dengan bergan tian berpatroli.
Fromm yang sadar berada di atas angin, meminta Stauffenberg menyerah. Haeften spontan mengarahkan revolvernya ke kepala Fromm, tapi Stauffenberg memberi isyarat agar ajudannya itu tidak macam-macam. Fromm lalu diperbolehkan meninggalkan ruangan. Dia kembali beberapa waktu kemudian, bersama pasukan pro-Hitler yang telah mengepung gedung. Fromm juga mengumumkan telah mengadakan pengadilan militer singkat dan memvonis mati empat perwira, "Kolonel Mertz, Jenderal Olbricht, kolonel yang namanya tidak lagi aku kenal ini (maksudnya Stauffenberg), dan letnan ini (Haeften)."
Keempat orang itu segera digiring keluar gedung. Haeften membantu membopong Stauffenberg yang terluka. Mereka diminta berbaris menghadap dinding. Bersamaan dengan itu, lampu mobil patroli dinyalakan untuk menerangi tempat eksekusi. Dorrr! Door! Dorrr! Dorrr! Satu per satu mereka dieksekusi mati. Cerita pun selesai sudah. Stauffenberg (37 tahun) telah memiliki segalanya: kebangsawanan, medali penghargaan, pujian, dan karier cemerlang. Sayang, dia tidak memiliki keberuntungan justru di saat yang menentukan.--Pernah ditulis di Majalah Intisari edisi November 2006 dengan judul asli "Stauffenberg Nyaris Membunuh Hitler"