Intisari-Online.com - Isu mengenai jebakan utang China pada negara berkembang telah mencuat beberapa tahun ini.
China melalui Belt and Road Initiative (BRI) mengajak negara-negara berkembang untuk bekerjasama di mana China akan berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur negara tersebut.
Tak jarang, hal itu dianggap sebagai 'jebakan utang' China terhadap negara-negara yang tak mampu membayar utangnya.
Pasalnya, jika tak mampu membayar, negara tersebut harus menyerahkan aset tertentu milik negara itu pada pihak China untuk waktu yang lama.
Meski jebakan utang China tersebut telah menjadi momok yang mengerikan bagi banyak negara, China sendiri pun ternyata memiliki utang tersembunyi karena ambisinya terhadap kereta api berkecepatan tinggi jarak jauh (HSR).
China berambisi untuk memperluas jaringan kereta api berkecepatan tinggi untuk menjadi yang paling luas di dunia.
Melansir The EurAsian Times, Kamis (7/7/2022), pada tahun 2021, jaringan kereta api berkecepatan tinggi China telah mencakup 40.000 kilometer, menghubungkan 93% kota-kota di negara itu.
Negara ini berusaha untuk meningkatkan jaringan kereta api berkecepatan tinggi menjadi 50.000 kilometer pada tahun 2025.
Namun, tampaknya kampanye agresif untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari HSR juga telah meningkatkan total kewajiban operator yang dikelola negara, yang pada akhir tahun 2021 mencapai 5,91 triliun yuan ($882 miliar), atau sekitar 5% dari PDB China, lapor Asia Nikkei.
Jumlah tersebut diproyeksikan meningkat, sehingga kekhawatiran tentang "utang tersembunyi" China menjadi pusat perhatian atas situasi pertumbuhan negara itu.
Pada tanggal 20 Juni, China Railway memulai layanan di segmen Kereta Api Berkecepatan Tinggi Beijing-Guangzhou dengan kereta ekspres canggih.
Kereta ini mengungguli kereta shinkansen tercepat di Jepang, Hayabusa dan Komachi, dengan kecepatan operasi 350 kpj, 40 kpj lebih cepat dari pendahulunya.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR