Intisari-Online.com – Alkisah, seorang pertapa datang berziarah ke sebuah desa. Dimana dia memutuskan untuk tinggal di sebuah kuil yang terletak di pinggir desa tersebut.
Setelah beberapa hari berlalu, penduduk desa secara bertahap akhirnya akrab dengan pertapa itu dan sering menemuinya. Mereka pun akhirnya dekat dengan pertapa itu. Penduduk desa sering datang menceritakan masalah mereka dan bertanya tentang spiritualitas. Pertapa itu dengan sabar mendengarkan masalah mereka dan keraguan mereka tentang spiritualitas. Kadang-kadang ia juga melakukan wacana spiritual bagi warga desa.
Sekali waktu, pertapa itu mengatakan kepada warga desa, “Wahai orang-orang yang kukasihi, ingatlah, kita tidak bisa benar-benar bahagia hanya dengan kenikmatan panca indera. Oleh karena itu, kita harus menerima setiap situasi dalam hidup, puas dengan apa pun yang dimiliki dan pusatkan pikiran dalam menyebut nama Tuhan. Kita harus melayani Tuhan tanpa pamrih. Benar bahwa kebahagiaan hanya terletak pada Tuhan.”
Mendengar ini, warga desa yang telah lanjut usia berdiri dan berkata dengan marah, “Mudah sekali memberikan saran itu. Sangat mudah untuk mengatakan bahwa seseorang tidak harus khawatir. Secara praktik, itu tidak mungkin. Lihatlah situasi saya. Putra bungsu saya berumur 12 tahun, tapi saya masih belum melakukan upacara keagamaan untuknya. Anak saya yang lain berumur 18 tahun, tapi ia belum menyelesaikan pendidikannya. Putri sulung saya berumur 20 tahun, tapi saya masih tidak dapat menemukan pria yang cocok untuknya. Karena selama ini, istri saya telah memiliki tekanan mental yang sangat besar. Ia sampai harus minum obat-obatan untuk mengurangi stresnya. Gaji saya tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga saya. Dalam situasi demikian bagaimana Anda bisa mengharapkan saya untuk tidak khawatir?”
Setelah mendengarkan penderitaan orang itu, pertapa itu tersenyum dan berakata, “Apakah masalah Anda bisa diselesaikan dengan hanya mengkhawatirkan? Anda mengkhawatirkan karena berbagai alasan bertahun-tahun. Berapa banyak dari masalah tersebut yang diselesaikan dengan hanya mengkhawatirkan? Meskipun kita menyadari fakta itu, kita tidak berhenti khawatir. Alih-alih mengkhawatirkan, jika kita puas dengan apapun yang kita miliki dan mengalihkan pikiran kita dengan menyebut nama Tuhan, kita yakin dapat menemukan jalan untuk keluar dari semua kekhawatiran ini. Sebagaimana Tuhan yang sangat kuat, segala sesuatu mungkin bagi-Nya. Oleh karena itu, Anda harus menghabiskan waktu maksimal untuk menyebutkan nama Tuhan.”
Mendengar hal tersebut, orang itu menyadari kesalahannya dan berterima kasih kepada pertapa itu.