Intisari-Online.com – Alkisah, hiduplah seorang raja arogan yang sangat menyukai pujian dan akan memberikan hadiah kepada siapa saja yang memberikan pujian yang menyenangkan. Maka, saat ia berjalan ke istana, para abdinya akan mulai memujinya. Raja percaya dengan pujian palsu itu dan menjadi sangat bangga.
Sekali waktu, ia bertanya kepada pengawal istananya, “Apakah kalian berpikir bahwa sayalah yang terbesar?”
Mereka menjawab, “Oh, yang mulia, tidak pernah ada orang besar seperti tuanku! Semuanya di sini terjadi karena Anda.”
Raja bertanya lagi, “Apakah kalian bermaksud mengatakan bahwa akulah Tuhan?”
Kebanyakan dari pengawal istananya berkata, ya. Ia kemudian mengatakan kepada petugas untuk menyatakan bahwa semua orang di kerajaan harus menyembah Tuhan kepadanya. Ada punggawa tua yang bijak yang sedang melihat diam-diam. Ia memutuskan untuk memberikan Raja sebuah pelajaran. Katanya, “Sebelum membuat keputusan kita harus bertanya kepada orang-orang tentang pandangan mereka.”
Raja bertanya dan mengumumkan kontes di mana ia akan mempertanyakan siapa saja yang mengaku dan berpikir bahwa Tuhan adalah yang terbesar. Jika orang tersebut bisa menjawab semua pertanyaannya maka Raja akan memberinya semua kekayaannya dan jika tidak, ia akan dipenggal. Jika tidak ada yang bisa memenangkan kontes, maka semua orang di kerajaan itu harus menyembah raja, bukan Tuhan.
Hari berikutnya, seorang pemuda yang memiliki iman yang besar kepada Tuhan meminta izin pada orangtuanya untuk ikut ambil bagian dalam kontes. Setelah berpikir, orangtua yang tahu betul bagaimana iman anaknya, memberi izin dan membawanya ke istana.
Raja bertanya, “Nak, kau tahu hukuman bagi yang kalah?”
Pemuda itu berdoa dan menjawab, “Ya, saya telah mendapatkan izin dari orangtua saya untuk ikut ambil bagian. Silakan mengajukan pertanyaan Anda.”
Raja bertanya pertanyaan pertama, “Apa yang ada di hadapan Tuhan?”
Pria muda itu berkata, “Wahai Raja, apakah Anda tahu bagaiman menghitung?”
Raja tidak senang dengan pertanyaan itu dan berkata, “Tentu saja, saya mengerti.”
Pemuda itu berkata, “Kalau begitu menghitunglah mundur dari sepuluh.”
Maka Raja pun mulai menghitung, “Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga, dua, satu.”
Pemuda itu bertanya, “Tapi apa yang terjadi sebelum satu?”
Raja berkata, “Tidak ada sebelum satu.”
Pemuda itu menjawab, “Jika tidak ada sebelum ‘satu’, maka bagaimana bisa ada sesuatu atau seseorang sebelum ‘satu’ itu adalah Maha Kuasa?” Raja terkejut dengan jawaban ini, yang tidak bisa ia perdebatkan. Raja pun diam.
Kemudian Raja bertanya pertanyaan kedua, “Ke arah mana Tuhan menghadap?”
Pria muda itu berdoa lagi dan berkata, “Bawalah lilin dan nyalakan. Katakan arah mana terang lilin terlihat.”
Sebuah lilin dinyalakan, lalu Raja berseru, “Terang menyebar ke segala arah!”
Pemuda itu berkata, “Jika hal kecil seperti lilin menyebarkan cahaya ke segala arah dan ‘satu’ tidak bisa mengatakan cara di mana menghadap, maka bagaimana kita bisa tahu arah Tuhan, yang Maha Kuasa yang dihadapi.”
Raja terkejut. Ia menyadari kesalahannya dan berkata kepada pria muda itu, “Anda telah memenangkan kontes ini. Saya akan menyumbankan semua kekayaan saya kepada Anda.”
Pemuda itu berkata, “Wahai Raja, saya tidak menginginkan kekayaan apapun, karena Tuhan telah memberikan kepada keluarga saya dengan cukup. Tapi tolong memungkinkan bagi orang-orang untuk melakukan ibadah mereka kepada Tuhan.”
Raja langsung setuju dan berterima kasih kepada pemuda itu. “Saya telah menyadari betapa saya biasa saja di hadapan Tuhan. Saya sudah mulai berpikir bahwa diri saya sendiri adalah Tuhan karena pujian dari para menteri saya yang serakah.”
Pemuda itu berkata, “Saya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda hanya karena kasih karunia Tuhan, yang memberi kebijaksanaan yang diperlukan untuk menjawab.” Ia kemudian meninggalkan istana dengan senang hati dan melanjutkan ibadahnya kepada Tuhan.
Hanya dengan berdoa kita mendapatkan bimbingan Tuhan dalam segala sesuatu yang kita lakukan.