Intisari-Online.com – Di suatu daerah pegunungan, sesosok pemuda sedang mempersiapkan bekal untuk perjalanan ke desa lain. Desa itu cukup jauh, harus melawati hutan-hutan dan gua. Pemuda itu hanya mampu membawa bekal untuk sekali perjalanan.
Saat pemuda itu memulai perjalanan, ia bertemu pengemis tua dengan pakaian penuh robek dan kumuh. Karena pemuda itu hanya memiliki bekal secukupnya, dia pura-pura tidak melihat pegemis tua tersebut, dan berjalan melewatinya.
Tiba-tiba sang pengemis tua itu berkata, “Hai pemuda, ketika engkau melawati sebuah gua, ambil batu di sekitarmu sebanyak-banyaknya!”
Pemuda itu cukup kaget, akan tetapi dia tetap tidak memperhatikannya. “Ah, dasar pengemis, mau minta perhatian saja, paling dia mau minta sedekah,” pikirnya.
Perjalanan pemuda itu dilanjutkan hingga hari sudah mulai malam. Ia pun harus mempercepat perjalanannya, karena harus melewati sebuah gua yang sangat gelap.
Ketika masuk ke dalam gua, ia teringat akan pesan pengemis tua itu. “Ah, untuk apa saya menuruti kata-kata pengemis tua itu! Lagi pula buat apa saya harus membawa batu-batu dari gua ini, menambah beban saya saja. Mungkin pengemis itu sudah gila!” keluh pemuda itu. Pemuda itu berjalan sambil meraba-raba karena gelapnya gua itu.
Sesaat kemudian pemuda itu berpikir kembali, “Mungkin ada benarnya kata pengemis tua itu…” Ia mulai penasaran dengan pesan pengemis tadi. Pemuda itupun mengambil sebuah batu kecil dan dimasukan ke saku celana.
Perjalanan panjang telah ia lalui, setelah melewati gua, ia mengarungi lembah, melewati gunung, hingga tak terasa bekal habis. Ia memaksa berjalan, walau perut kelaparan.
Akhirnya ia sampai juga di desa tujuannya, dan langsung ambruk tertidur di bawah sebuah pohon. Ia tertidur pulas. Tak lama kemudian, saat ia terbangun, terasa ada yang mengganjal di celananya. “Ah, dasar bodohnya saya ini, membawa kemana-mana batu kecil tak berguna ini, menuruti kata-kata pengemis gila itu! Saya buang aja!” katanya dengan kesal.
Ketika akan membuang batu itu, terlihat batu itu berkilauan, memantulkan cahaya. Mata pemuda itu langsung terbelalak. “Hah….., batu ini emas!” matanya memelototi batu yang dipegangnya.
“Ah…., andaikan saja……”
Seberapa sering kita membiarkan dan cuek terhadap pesan, nasihat, saran, kritik, dari orangtua kita, guru-guru, teman-teman, bahkan orang asing yang selalu kita anggap bukan siapa-siapa.
Nasihat yang membuat kita baru sadar ternyata apa yang mereka nasihatkan akan membawa kita ke gudang emas kesuksesan. Akan tetapi kita sering kali mengabaikannya. Kita merasa tidak membutuhkan nasihat orang lain. Tetapi waktu tidak bisa kita putar kembali, kita hanya bisa menyesalinya.