Intisari-Online.com -Sejak dimulai pada 24 Februari 2022, invasi Rusia ke Ukraina telah memasuki hari ke-116 pada Minggu (19/6/2022).
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bahkan mengatakan bahwa perang Ukraina bisa berlangsung selama bertahun-tahun.
Panjangnya konflik antara Rusia dan Ukraina ini tentu akan menyebabkan krisis di dunia.
Tercatat sehari setelah Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari lalu, harga komoditas utama dunia mulai meningkat.
Berbagai negara di dunia pun mengkhawatirkan terjadinya krisis pangan dunia.
Mengingat, Rusia dan Ukraina merupakan penghasil beberapa sumber pangan pokok dunia, seperti gandum.
Sehingga, memanasnya konflik Rusia dengan Ukraina menempatkan perekonomian Indonesia dan sejumlah negara berkembang dalam zona bahaya.
Indikatornya, berbagai harga pangan dan energi di pasar global kini melonjak tinggi.
Kondisi tersebut tentunya dapat menjadi tantangan terberat bagi Indonesia.
“Hal terpenting yang saya khawatirkan adalah harga makanan. Jadi, kami ingin perang di Ukraina dihentikan, diselesaikan dengan negosiasi sehingga kami dapat berkonsentrasi pada ekonomi,” kata Presiden Joko Widodo dalam wawancara eksklusif di kota Serang, Banten.
Tak hanya dirasakan Indonesia, kekhawatiran yangs ama juga dirasakan hampir seluruh negara di berbagai belahan dunia.
Hingga Presiden RI Jokowi dikabarkan tengah berencana mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 30 Juni mendatang, untuk membahas permasalahan krisis pangan, dikutip dari Kantor berita Rusia, Tass.
Kunjungan ini nantinya akan dilakukan Jokowi setelah pihaknya menghadiri pertemuan Kelompok G-7 yang berisikan negara-negara ekonomi maju, di Jerman pada 26 sampai 28 Juni 2022.
“Setelah G-7, saya akan mengunjungi beberapa negara yang terkait masalah pangan,” tegas Jokowi kepada CNBC Internasional.
Meskipun sejumlah negara telah melayangkan sanksi ke Rusia, hingga kini Indonesia masih memegang teguh untuk terus bersikap netral.
Bahkan pada April lalu ketika Zelensky meminta bantuan Indonesia untuk mengirimkan senjata, Jokowi dengan tegas menolak permintaan tersebut dengan menawarkan bantuan kemanusiaan sebagai gantinya.
Langkah ini diambil untuk mencegah terjadinya perpecahan konflik yang makin parah, yang dikhawatirkan dapat memperburuk krisis pangan dunia.
Ini mengingat Rusia dan Ukraina sendiri merupakan pemasok pangan dengan komoditas gandum dan biji – bijian terbesar di dunia.
Bahkan Program Pangan Dunia PBB mencatat 323 juta orang di tahun ini tengah menghadapi kerawanan pangan parah, sebagai akibat dari melonjaknya berbagai bahan pangan imbas dari perang di Ukraina.