Intisari-Online.com – Seorang tukang air setiap hari memikul dua tempayan ke rumah majikannya. Salah satu tempayan itu retak sehingga ketika sampai di rumah majikannya, air yang tersisa selalu tinggal setengah saja.
Hal ini terjadi setiap hari selama setahun penuh. Tempayan retak mengetahui hal itu dan ia menjadi sedih. Ia merasa tidak sempurna dan tak bisa melakukan tugasnya dengan baik. Suatu hari karena sudah tak tahan lagi menanggung malu, tempayan retak berkata pada tukang air.
“Saya merasa sangat malu dan bersalah. Tolong maafkan saya,” ujar tempayan dengan suara sedih. Tukang air kaget dan bertanya, “Mengapa kamu merasa malu?” Tempayan menjawab lagi dan berkata, “Setahun ini saya telah menyulitkanmu. Setiap hari saya hanya bisa menyimpang separuh tempayan saja karena ada bagianku yang retak. Saya telah membuatmu rugi banyak.”
Tukang air justru tersenyum dan berkata, “Besok ketika kita berangkat, perhatikanlah jalanan yang ada di bawahmu. Maka kamu tak akan bersedih lagi.”
Keesokan harinya tempayan retak memperhatikan jalan yang selama ini tidak pernah ia lihat karena dirinya selalu dirundung kesedihan dan rasa malu. Ternyata di jalan itu terdapat begitu banyak bunga yang indah. Anehnya, bunga itu hanya ada di satu sisi jalan tempat ia berada.
Setelah itu tukang air berkata, “Semua bunga indah itu tumbuh subur karena kamu yang menyiraminya. Tanpa air darimu, tak akan ada bunga yang subur. Dalam setiap kelemahan dan kekurangan selalu ada hal positif yang bisa dipetik.”