Intisari-Online.com – Seorang ibu paruh baya tampak keluar dari ruang tahanan di Polda Metro Jaya. Belasan wartawan dari berbagai media cetak maupun elektronik mengerumuninya, meski si ibu sudah dikawal ketat oleh sejumlah pengawal berbadan kekar.
Salah seorang wartawan bertanya sambil menyodorkan alat perekamnya, “Bu, bagaimana putra Ibu bisa terjerumus sebagai pencandu narkoba?”
Ibunda David Meynard, sebut saja begitu, berusaha menjawab pertanyaan itu dengan tenang, “Meskipun anak saya sempat melakukan beberapa hal yang buruk, tapi sebenarnya dia anak baik.”
David Meynard adalah aktor muda pendatang baru yang sedang naik daun lewat sejumlah tayangan sinetron di televisi. Selain diketahui positif sebagai pencandu narkoba, ia juga ketahuan mencuri sebuah sepeda motor di tempat parkir sebuah pusat perbelanjaan. Celakanya lagi, ia juga terdeteksi mengidap penyakit hepatitis B, penyakit yang lazim menjangkiti pencandu narkoba, terutama yang menggunakan jarum suntik.
Sangat boleh jadi, pada suatu kali atau pada beberapa kesempatan kita pernah mendengar ibu kita berkata seperti halnya ibu David, “Anak saya memang berbuat ini-itu sesuai kehendak hatinya, tetapi jauh di lubuk hati, dia anak yang sangat baik.”
Seperti disebut oleh Paulo Coelho, pengarang kenamaan asal Brazil, menyalahkan diri ataupun memaafkan diri sendiri, seperti dilakukan oleh ibunda David Meynard lewat ungkapannya itu, merupakan dua hal yang berbeda sekaligus tidak membawa manfaat dalam kehidupan kita. Sikap menyalahkan diri sendiri tidak akan membawa kemajuan apa-apa bagi kita, bahkan dapat meniadakan rangsangan bagi kita untuk berkembang. Sedangkan memaafkan diri sendiri untuk setiap hal merupakan cara yang tidak akan pernah dapat kita pakai untuk mengatur diri agar kembali lagi ke jalur yang benar.
Seyogianya, yang kita nilai adalah hasil dari perbuatan kita, bukan maksud yang ada di belakangnya. Pada dasarnya setiap orang baik, tetapi ketika yang bersangkutan melakukan perbuatan yang buruk, hal itu menjadi tidak relevan.
Sebuah pepatah Arah berbunyi, “Tuhan menilai pohon dari buahnya, bukan dari akarnya.” (Intisari)