Intisari-Online.com – Kejadian ini terjadi di sebuah sekolah di negara bagian Gujarat India, jauh sebelum kemerdekaan India.
Hari itu adalah hari pemeriksaan di sekolah. Setiap murid datang dengan mengenakan seragam terbaik. Inspektur masuk kelas dan semua murid berdiri sebagai tanda penghormatan. Guru mengajar mereka dalam bahasa Inggris. Inspektur mengumumkan bahwa ia akan melakukan dikte untuk menguji pengetahuan murid-murid tentang ejaan.
Ia mendiktekan kata satu demi satu dan murid-murid menulis kata-kata yang didiktekan dalam buku mereka. Ketika menyebut kata “kettle”, seorang murid laki-laki khawatir karena ia tidak bisa mengingat ejaan dengan benar. Melihat kekhawatirannya, gurunya memberi tanda agar murid itu melihat ke dalam buku jawaban dari siswa lain dan menyalin ejaan dengan benar. Tapi anak itu tidak bersedia untuk melakukan kecurangan. Ia bertekad untuk tidak melakukan tindakan yang tidak jujur, bahkan jika itu akan memberinya keuntungan.
Inspektur melihat kesalahan jawaban anak itu dan mencemoohkannya. Teman-teman kelasnya pun mengolok-olok anak itu. Tapi anak itu keras dan tegas. Anak itu memegang prinsip tetap jujur dan benar sepanjang hidupnya. Dialah Gandhi, yang memimpin India menuju kemerdekaan. India menyebut Gandhi sebagai “Bapak Bangsa”.
Sebuah kisah lain tentang kejujuran dan kebenaran adalah tentang George Washington, Presiden Pertama Amerik Serikat, yang sangat populer. Ketika ia masih kecil, ayahnya, Agustinus Washington, memberinya sebuah kapak kecil. Anak itu menyukai hadiah yang diberikan oleh ayahnya. Suatu hari ia menggunakan kapak itu untuk menebang pohon ceri muda yang ditanam oleh ayahnya di kebun. Sang ayah sangat sedih melihat kejadian dan bertanya pada anaknya tentang hal itu. George mengakui tindakannya kepada ayahnya dan meminta maaf. Ayahnya dengan ramah memaafkan dan memujinya karena begitu jujur.
Alexander Pope, penyiar Inggis terkenal, 1688 – 1744, menulis, “Seorang pria jujur adalah karya paling luhur dari Tuhan.”