Tanggapan Bikkhu Pannyavaro atas Harga Tiket Naik Stupa Rp750.000 : 'Umat Buddha Rakyat Kecil Tidak Mampu Beli Tiket Mahal untuk Ibadah di Candi Borobudur'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Bhikku Sri Pannyavaro Mahathera
Bhikku Sri Pannyavaro Mahathera

Intisari-Online.com-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan membatasi pengunjung Candi Borobudur dan menerapkan tarif baru untuk tiket masuk bagi turis asing maupun lokal.

Tak tanggung-tanggung, pengunjung lokal atau turis lokal nantinya diharuskan membayar tiket Rp 750.000 untuk sekali masuk.

Sementara itu untuk wisatawan asing sendiri dikenakan100 dollar AS atau Rp 1,45 juta dan untukpelajar, tiketnya dibanderol jauh lebih murah, yakni Rp 5.000 per orang.

Namun, jangan salah sangka dulu. Tiket Rp 750.000 itu adalah tiket naik ke atas stupa candi.

Besarannya pun masih dikaji oleh pengelola bersama Ditjen Kebudayaan Kemendikbud selaku pengurus candi Buddha tersebut.

Pemberlakuan tiket khusus untuk wisatawan yang akan naik ke Candi Borobudur itu pun juga menuai ragam respons dari berbagai pihak.

Salah satunya dari tokoh agama Buddha, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, dari Vihara Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Melansir Kompas.com, Sri Pannyavaro menuturkan, umat Buddha dari kalangan rakyat kecil tidak akan mungkin dapat menjangkau harga tiket naik Candi Borobudur yang dibanderol Rp 750.000 per orang.

Padahal mereka biasa melakukan beribadah di situs Buddha terbesar di dunia itu.

"Rakyat kecil, (umat Buddha pedesaan yang berada cukup banyak di Jawa Tengah) sampai meninggal dunia pun tentu tidak akan mampu naik ke atas candi untuk melakukan puja atau pradaksina karena harus membayar biaya yang sangat mahal bagi mereka," tutur Pannyavaro, melalui keterangan pers, Senin (6/6/2022) sore.

Menurutnya, pembatasan kuota 1.200 orang per hari yang naik ke atas candi memang sangat perlu untuk penyelamatan candi.

Tetapi selayaknya tanpa harus membayar tiket yang dirasa mahal.

Pannyavaro berpendapat, pembatasan dapat lakukan dengan metode antrean.

Apabila pada hari itu pengunjung tidak bisa naik karena kuota sudah penuh, maka dipersilakan naik di hari berikutnya.

Pendaftaran pun dapat dilakukan secara online jadi lebih mudah pengaturannya.

"Jadi jangan hanya yang punya uang saja yg boleh naik, atau dengan jalan lain harus menjadi bhiksu dulu, atau kembali menjadi murid sekolah."

"Tentu hal ini sangat tidak mungkin," tandas Pannyavaro.

Lebih lanjut, kata Pannyavaro, tidak masalah jika umat Buddha harus mengantre untuk bisa naik ke Candi Borobudur.

Sama halnya dengan muslim saat hendak beribadah haji ke Mekkah.

"Biarlah umat Buddha sabar menanti antrean bisa naik ke atas candi kita sendiri."

"Seperti halnya saudara-saudara Muslim yang juga sabar menanti antrian naik haji sampai beberapa tahun," ungkapnya.

Pihaknya berharap, keinginan umat Buddha ini dapat diperhatikan oleh para pihak yang berwenang membuat keputusan-keputusan perihal regulasi Candi Borobudur.

Baca Juga: Sejak 31 Tahun Lalu, Apa Alasan Candi Borobudur Ditetapkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO?

(*)

Artikel Terkait