Rhenald Kasali dan Perubahan

Lily Wibisono

Editor

Rhenald Kasali dan Perubahan
Rhenald Kasali dan Perubahan

Intisari-Online.com - Empat orang yang sangat pintar mendongeng baru-baru ini memukau sekitar 200-an hadirin di Hotel Santika, KS Tubun, Jakarta, 30 Mei lalu. Acaranya sendiri adalah penandatanganan kerja sama antara Kompas Gramedia dan Indonesia Mengajar. Tentang itu Anda dapat membacanya di kolom berita. Mari kita menyoroti hal lain.

Menurut pengamatan Rhenald Kasali (52), kaum cerdik pandailah yang biasanya paling agresif menentang perubahan. Siapa yang paling menentang Yesus ketika melontarkan gagasan-gagasan revolusionernya? Kaum Farisi (ahli-ahli taurat). Siapa yang menentang Galileo Galilei saat ia mengumumkan bahwa bukan Matahari yang mengitari Bumi, melainkan sebaliknya? Gereja, yang pada abad pertengahan di Eropa, adalah identik dengan gudang cerdik-pandai.

Lalu, siapa yang mencanangkan perubahan, bisa-bisa harus membayarnya dengan nyawa. Abraham Lincoln, presiden ke-16 AS tewas ditembak tahun 1865 karena dialah ujung tombak gerakan anti-perbudakan. Di Tanah Air, kita tentu masih ingat Munir, tokoh hak azasi manusia dan pejuang antikorupsi yang tewas diracun pada tahun 2004.

Rhenald Kasali, guru besar ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang juga pendiri Rumah Perubahan, mengingatkan, perubahan itu tidak hanya melelahkan, tapi juga perlu dikelola.

Tetiba saya teringat curhatan seorang kawan. Kita sebut saja namanya Diesta. Dua tahun lalu ia bersama keluarganya bermigrasi. Tak terpikirkan bahwa sebagai imigran, ternyata cukup sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan profesi mereka sebelumnya. Demi menyambung hidup, suaminya yang adalah dokter senior bekerja sebagai asisten dokter gigi. Ia sendiri mengawali kerjanya di restoran pizza, padahal dulu apoteker.

Perubahan bahkan lebih terasa dalam kehidupan di rumah. Semua pekerjaan rumah tangga harus dilakukan sendiri karena tak ada pembantu. Suami dan istri sama-sama lelah mencari nafkah. Budaya paternalistik, yang mengistimewakan laki-laki, tak dipraktikkan lagi.

Kini suaminya kehilangan gairah kerja. Lebih parah lagi, ia juga kehilangan kepercayaan diri. Mereka sering bertengkar dan ujung-ujungnya saling menyalahkan. Terakhir saya mulai mendengar kata-kata ”Cerai!” OMG.

Berniat melakukan perubahan demi kemajuan pastilah baik. Tapi bila lupa mengelolanya, bisa berakibat parah. Seperti Diesta. Bahkan kata Rhenald Kasali, seperti Indonesia. Bila kita sedang mengadakan perubahan, apa pun itu, sebaiknya menyimak pesan Rhenald itu. Saya pun berniat sama.