Majalah Kecil Yang Menerobos Dinding Waktu (1963-2)

Lily Wibisono

Editor

Majalah Kecil Yang Menerobos Dinding Waktu (1963-2)
Majalah Kecil Yang Menerobos Dinding Waktu (1963-2)

Intisari-Online.com -17 Agustus 1963 – 17 Agustus 2013, 50 tahun, setengah abad. Itulah MajalahIntisari.Simak “perjalanan hidupnya”dalam rangkaian artikel “Majalah Kecil Yang Menerobos Dinding Waktu”.Pada nomor-nomor pertama, aturan pengeditan masih belum konsisten, terutama dalam hal kebahasaan dan pencantuman kredit penulis. Tulisan-tulisan hasil liputan “orang dalam” sering kali cukup ditulis dengan kredit “wartawan Intisari”, atau tanpa kredit sama sekali. Namun, di saat lain ada karya saduran ditulis nama pembuatnya secara byline.

Rubrik perkara kriminal boleh dikatakan rubrik abadi. Mulai dimuat pada edisi bulan Oktober No. 3, rubrik ini berkembang menjadi ciri khas Intisari sampai sekarang. Pada nomor perdana, Soe Hok Djien (kemudian mengubah namanya menjadi Arief Budiman) menuliskan pengamatannya tentang dunia seni lukis, alam Bali dan manusia-manusianya. Membayangkan ia mandi telanjang rame-rame di kali dengan air yang sangat sejuk bersama-sama anak-anak kampung di Ubud, membangkitkan pertanyaan, “Masihkah pengalaman yang sama dapat dialami di Ubud hari ini?”

Rentang waktu lima puluh tahun tak jarang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari masa itu. Misalnya Drs. Kho Khik Giam menulis sebuah opini berjudul “Bahasa Inggeris Dapat Menjadi Bahasa Dunia?” di edisi No. 2. Kini tak ada yang bisa menyangkal, bahasa Inggris telah menjadi bahasa dunia. Bahasa Indonesia, yang dalam artikel tersebut disebut memiliki peluang untuk menjadi bahasa terkemuka di Asia Tenggara, kini malah makin kalah pamor dengan bahasa Inggris, bahkan di kandang sendiri.

Nomor kedua mengangkat tulisan Usmar Ismail dalam artikel “Film Saja Yang Pertama”. Pelukis Nashar pun menulis “Humor Pelukis” . Kedua orang ini adalah tokoh pada masanya. Namun banyak juga penulis awal Intisari berpuluh-puluh tahun kemudian menjadi tokoh-tokoh besar di bidang masing-masing. Sebut saja Arief Budiman, Widjojo Nitisastro, Nugroho Notosusanto, Liem Bian Kie (Jusuf Wanandi), dr. Ben Mboi, Santoso Cornain dan banyak lagi yang lain.

Beberapa penulis tetap mewarnai Intisari sampai puluhan tahun. Mereka menjadi “nama-nama besar” di kalangan pembaca Intisari. Sebut saja:

  • Felix Tan ( “Surat dari Amerika”) selama 21 tahun
  • Tan Liang Tie (rubrik Olahraga)selama 17 tahun
  • HOK Tanzil (kisah perjalanannya masih disebut-sebut sampai kini) selama 15 tahun
  • JS Badudu (“Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar”), mulai Nov 1977 sampai tahun 2000-an. Rubrik “Bahasa Kita” yang menyoroti masalah-masalah kebahasaan secara lebih luas, dimuat berselang-seling dengan rubrik “ Inilah Bahasa Indonesia yang Benar” mulai Agustus 2000 hingga kini.
  • Siswadhi, spesialis sejarah dan antropologi, selama 19 tahun (1963-1982). Berkat Siswadhi Intisari cukup kaya dalam bahasan kesejarahan, baik sejarah Jakarta maupun umum.
  • Hartono Hdw, apoteker yang setia menulis tip-tips mengenai obat-obatan dari tahun 1971 – 1986.
  • Ali Khomsan, ahli nutrisi selama 14 tahun (1992 – 2006).
  • Jaya Suprana (Rubrik “Kelirumologi”) tahun 2000 – 2003.

(Bersambung)