Intisari-Online.com - "Saya lupa tanggalnya, sekitar awal November kemarinlah, Pak Jokowi ke sini sama wartawan juga rame-rame. Katanya masalah banjir. Ya, heran juga saya, padahal dia sudah pernah blusukan ke sini, tapi kok masih banjir?" ujar Soleh pedagang rokok kepada Kompas.com, di Jalan TB Simatupang, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (12/1/2014).
Masih ingat foto Presiden SBY dan Menlu Marty Natalegawa tahun lalu sekitar pertengahan Januari juga? Keduanya dalam pakaian dinas, berdiri di tengah genangan air, dengan celana digulung sampai ke lutut. Sungguh pose yang dalam keadaan normal bisa menjatuhkan pamor J. Mudah-mudahan tidak akan terulang tahun ini. Tapi siapa tahu?
Pernah dengar GSW? Itulah masa depan DKI. Bendungan berupa dinding raksasa akan dibangun membentengi pantai, sekaligus bakal berfungsi sebagai waduk penampung air bersih. Kajian dan masterplan-nya dikerjakan sejak 2007 – 2012 oleh tim Gubernur Fauzi Bowo.
Proyek yang sering disebut sebagai Proyek Giant Sea Wall and Waterfront City, singkatnya GSW, itu masterplan-nya saja memakan biaya sekitar 4 juta euro (Rp4,8 milyar), pendanaannya dibantu oleh Kerajaan Belanda ( Kompas.com).
Logis, tapi serba runyam
Bagaimana Jakarta dapat tiba pada situasi begini runyam, baik kita menyimak penjelasan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho kepada Liputan6.com:
“Penyebab utama yang membuat Jakarta selalu banjir bukan karena dampak dari perubahan iklim, melainkan antropogenik. Antropogenik adalah emisi gas rumah kaca yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Hal tersebut termasuk pembakaran bahan bakar fosil untuk energi, deforestasi, perubahan penggunaan lahan dan emisi GHGs lain.”
Semua itu diperparah lagi dengan sangat minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta yang hanya 9%. Menurut Suzi Marsitawati, Kepala Bidang Taman Kota Dinas Pertamanan dan Pemakaman, ketika dihubungi tempo.co pada Ahad, 3 November 2013, DKI menargetkan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah 2010-2030, RTH sebesar 30%.
Masih menurut Sutopo, kemampuan Kali Ciliwung di segmen Kalibata-Manggarai hanya mampu mengalirkan banjir 30%. Sementara Kali Pesanggrahan dan Kali Angke hanya dapat mengalirkan banjir 45%. Jadi banjir itu akibat logis saja.
"Jakarta masih punya 62 titik rawan genangan. Drainase perkotaan masih buruk karena sampah, sedimentasi dan ruwet banyak untuk utilitas lain," ujarnya.
Khusus untuk hari-hari ini, kondisi air laut pasang terjadi sejak Sabtu 11 hingga 16 Januari 2014 mendatang. "Akibatnya, genangan air yang mengalir ke laut itu mengalami hambatan," ungkap HarryTirto kepada Liputan6.com, Kasubid Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Artinya, sampai tanggal 16 Januari warga Jakarta masih harus waspada.
Betapa suramnya masa depan sebuah kota metropolitan, kalau sebagian daratannya terus tenggelam dengan kecepatan 7 cm (di beberapa tempat bahkan 14 cm per tahun). Jelas kita sangat merindukan segera terlaksananya proyek GSW.
Beruntung, Gubernur Joko Widodo (Jokowi) seperti yang diberitakan Tender Indonesia Business Today Desember lalu, menyatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mempercepat pembangunan proyek GSW dan reklamasi pantai di kawasan Jakarta Utara.
Penulis | : | Lily Wibisono |
Editor | : | Lily Wibisono |
KOMENTAR