Intisari-Online.com - Saya ingat betul betapa perihnya saat dikhianati dan dipermalukan oleh orang yang sebelumnya saya percayai sepenuh hati. Rasa perih menjelma menjadi sakit hati dan mengobarkan dendam yang membara. Eye for Eye, begitulah mantra yang saya ucapkan tiap malam. Dengan sabar saya menunggu, menunggu, dan menunggu hari pembalasan tiba.
Akhirnya saat pembalasan datang jua. Meski bukan saya yang melakukannya, semacam karma, orang yang “melukai” saya dulu mendapatkan ganjaran setimpal dari orang lain. Pedihnya mungkin berlipat-lipat dari yang saya alami.
Aneh, bukan kebahagiaan yang saya rasakan. Justru semacam rasa kekosongan menyeruak dari dalam dada. Ternyata kebencian dan dendam yang terbayarkan hanya begini saja rasanya. Sungguh tidak seimbang dengan energi yang saya keluarkan bertahun-tahun lamanya karena digerogoti dendam tersebut.
Untunglah rasa benci itu tidak sampai menjadi bumerang bagi saya. Berdasarkan penelitian, kebencian merupakan emosi inflamasi yang menjadi faktor risiko kematian dini nomor satu pada gangguan jantung dan stroke. Juga berpengaruh besar dalam merusak ketahanan tubuh seseorang.
Bagi para sahabat yang tidak mengikuti jejak saya, bisa dipastikan Anda adalah orang-orang hebat. Meminjam ucapan Mahatma Gandhi, “Orang yang lemah adalah orang yang tidak bisa memaafkan. Memaafkan adalah atribut yang hanya dimiliki orang-orang kuat.” Silakan baca rubrik Sorotan yang berjudul, “Memaafkan, Kado terbaik Untuk Diri Kita”.
Pada akhirnya saya sedang belajar percaya bahwa kargo terberat dalam perjalanan hidup manusia adalah rasa iri dan dendam. Terpujilah orang-orang yang mau memberikan maaf kepada orang lain yang telah menyalahinya. Selamat Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir dan batin.
Tabik.