Intisari-Online.com -Comtesse de Monteil atau oleh surat kabar dijuluki 'Pseudocomtesse,' merupakan pencuri permata, pencuri barang mewah, serta penipu.
Dia juga diduga sebagai pemimpin jaringan pencuri yang membentang di seluruh tujuan wisata paling mewah di Mediterania.
Uniknya, kejahatan besar itu dilakukan seorang wanita cantik yang berdandan mewah, terlihat modis dan glamor.
Dia telah menjadi buronan polisi sejak lama karena tindakan kriminalnya.
"Penangkapan Comtesse de Monteil langsung menjadi buah bibir di kalangan luas, santapan untuk menjadikannya sensasi di media massa, sekaligus menjadi berita utama internasional," tulis Caroline Elenowitz-Hess kepada Atlas Obscura.
Caroline mengisahkan tentang kisah sejarah yang menggemparkan dunia, tentang adanya sosok wanita cantik kriminal yang akhirnya tertangkap pada tahun 1908.
Caroline menulisnya dalam artikel berjudul How the ‘Queen of Thieves’ Conned French Riviera Wealthy, terbitan 2021.
"Media mengedepankan sosok cantiknya dan kelicikannya, melarikan diri dari pengejaran polisi selama bertahun-tahun," tambahnya.
Tidak mengherankan bahwa penangkapan yang dilakukan terhadapnya, sebagian besar kejahatannya terjadi di Nice, salah satu kota paling terkenal karena kemewahan dan kemegahannya di Côte d'Azur, Prancis.
Para pencuri berkelas akan meliriknya, karena Kota Nice penuh dengan tanda kekayaan yang menarik, serta popularitas daerah itu di kalangan bangsawan.
Ratu Victoria yang kaya raya, telah mengunjunginya sebanyak sembilan kali.
Tentu, kemewahan Nice di Côte d'Azur, jauh berbeda dari tempat sang ratu pencuri dilahirkan.
Ia lahir dan dibesarkan di Amélie Condemine yang tak gemerlap.
Ayah Comtesse de Monteil adalah seorang tukang daging di kota pedesaan Mâcon, di wilayah Saône-et-Loire di Perancis Tengah, yang terkenal dengan kebun anggurnya.
Pada usia 18, ia menikah dengan Ulysses Portal, seorang pedagang anggur 14 tahun lebih tua darinya.
Keduanya berpisah setelah menjalani sepuluh tahun pernikahan.
Kemudian, Comtesse de Monteil pergi ke Amerika Serikat.
"Satu-satunya petunjuk yang menguak aktivitas selanjutnya, ialah foto-foto yang ditemukan polisi di antara barang-barangnya yang mewah, yang menunjukkan dia pernah berada di perusahaan elit di New York -entah untuk bekerja atau melangsungkan pencuriannya," terus Elenowitz-Hess.
Menurut laporan berita, pada tahun 1888, ia kembali ke Prancis, sejak saat itu ia menyebut dirinya dengan Comtesse de Monteil.
Agaknya, beragam aktivitas pencurian dan penipuannya dilakukan sekembalinya ke Prancis.
Ia membatasi aksi kriminalnya di tempat-tempat yang terkait dengan perjalanan rekreasi yang mewah dengan elegan, seperti Jenewa, Alexandria, Monte Carlo, dan kota-kota megah di French Riviera.
"Para bangsawan jarang mengunjungi Riviera selama periode ini, jadi dia bisa melakukan penipuannya tanpa terdeteksi," ungkapnya.
Puncaknya terjadi pada tahun 1892, Comtesse de Monteil menjadi perhatian polisi Prancis karena pencurian yang tidak disengaja di hotel tempat dia menjadi tamu.
"Dia dilaporkan mengendalikan sekelompok pencuri yang memiliki identitas (nama) besar, menyamar sebagai diplomat Italia atau putra seorang pemilik kapal pesiar kaya," sambungnya.
Ia dipergoki sesaat setelah berhasil menyelinap diantara para orang-orang kaya, kemudian masuk ke hotel yang mewah dan elegan.
Ia berhasil mengantongi sejumlah barang-barang mewah dan berharga sebelum akhirnya tertangkap oleh polisi.
Di antara para tamu hotel yang semuanya merupakan orang-orang kaya raya, berjas, berdasi, mengenakan pakaian super mewah, hingga perhiasan mahal, Comtesse de Monteil menyelinap ke dalamnya.
Membuatnya tak ada yang menyadari, ialah pencuri dan penipu paling dicari dalam catatan sejarah.
Sampai ke meja hijau, Pseudocomtesse tak pernah sekalipun mengakui kejahatannya, bersikeras selama persidangannya bahwa perhiasan dan uangnya adalah hadiah dari grandee Spanyol dan pasha Mesir.