Intisari-Online.com - Di setiap tempat yang disinggahi, beberapa peserta Kompas Jelajah Sepeda Manado - Makassar selalu melakukan ritualitas wajib: wisata kuliner. Tentu jika waktu masih memungkinkan. Begitu pula ketika rombongan peserta Jelajah memasuki Kota Palopo di senja yang sedang cerah-cerahnya.
Salah satu kuliner yang diburu di Palopo adalah kapurung. Bubur khas Palopo, mirip dengan bubur manado yang memasukkan beberapa jenis sayur. Namun di Palopo bahan baku bubur adalah sagu. Sagu yang menggumpal itu seperti berenang di kuah sayuran. Yang bikin bubur ini khas menurut saya adanya buah kecombrang atau asam patikala. Buah ini membuat kuah bubur berasa asam. Namun bukan asam biasa.
Di dalam kuah terdapat pula semacam ikan teri (ikan mairo), udang, dan ayam suwir. Bersama bahan-bahan itu, ke dalam kuah dimasukkan sayur mayur seperti kacang panjang, terung, bayam, tomat, jantung pisang, dan jagung.
Begitu tersaji, seruputlah kuah kapurung ini. Rasa asam patikala langsung menonjok dan menggetarkan lidah. Berikutnya, rasa gurih, pedas, dan asin samar-samar muncul bersama aroma kecombrang dan kunyit yang eksotik.
Kemudian ketika menyendok sagu yang menggumpal, Teksturnya yang kenyal berpadu dengan tekstur aneka sayur, ayam, dan ikan yang agak kasar. Saat kita mengunyahnya secara bersamaan, gumpalan sagu melepaskan diri dan menyelonong masuk ke tenggorokan dengan sari ikan mairo yang gurih.
Kapurung merupakan makanan khas dari Tanah Luwu yang meliputi Kabupaten Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, dan Kota Palopo. Sejak dulu, kawasan itu menjadi ladang yang subur buat tanaman sagu. Awalnya, kapurung hanyalah makanan selingan, terutama di musim kemarau. Lama-kelamaan menjadi makanan utama.
Dari Tanah Luwu, kelezatan kapurung dan masakan Luwu lainnya lantas merembes sejauh 500-600 kilometer ke Kota Makassar. Jadi, tak perlu ke Bumi Luwu untuk merasakan kapurung ini.