McDonald's si Raja Hamburger (1)

Agus Surono

Editor

McDonald's si Raja Hamburger (1)
McDonald's si Raja Hamburger (1)

Intisari-Online.com - Pencetus gagasan untuk membuka restoran hamburger yang memberi pelayanan cepat saji adalah kakak-beradik McDonald. Namun, perusahaan itu mereka jual jauh sebelum menjadi raksasa. Yang berhasil melambungkan rangkaian restoran McDonald's adalah Ray Kroc, agen franchise yang kemudian menguasai sebagian besar saham perusahaan tersebut. Sebenarnya, ini pun bukan jasa Kroc sendiri. Seperti semua usaha, McDonald's juga didukung oleh banyak orang yang berdedikasi besar.

Kakak-beradik McDonald tidak pernah mendapat pendidikan untuk mengusahakan restoran. Begitu lulus sekolah menengah, Richard yang disebut Dick dan Maurice yang disebut Mac meninggalkan kota kelahiran mereka, New Hampshire, untuk pindah ke Kalifornia. Saat itu tahun 1930. Mereka ingin bisa hidup lebih makmur daripada ayah mereka yang cuma mandor pabrik sepatu. Pada zaman depresi, ayah mereka kena PHK, padahal sudah berpuluh-puluh tahun bekerja di perusahaan itu.

Mula-mula kakak-beradik McDonald menjadi kuli angkut perlengkapan pemain film di Hollywood. Lalu, mereka membuka bioskop di Glendale. Selama empat tahun penghasilan mereka tidak pernah cukup untuk membayar sewa gedung sebanyak AS $ 100. Dua bersaudara itu pun beralih membuka restoran drive-in yang sedang populer di Kalifornia.

Soalnya, tahun 1937 penduduk Kalifornia mulai tergantung pada mobil dan di Kalifornia Selatan orang mulai membuat restoran yang memungkinkan pelanggan tidak usah turun dari kendaraannya. Makanan dibawakan ke mobil di lapangan parkir yang luas oleh para pelayan yang disebut carhop.

Ketika pada tahun 1937 kakak-beradik McDonald membuka drive-in kecil di sebelah timur, mereka harus menghadapi banyak saingan. Dick dan Mac menyiapkan hot dog (bukan hamburger) dan minuman shake, sambil melayani pelanggan yang duduk di belasan bangku kecil. Sementara itu para carhop melayani pelanggan di tempat parkir.

Tahun 1940 McDonald membuka drive-in yang lebih besar di San Bernardino, ±80 km dari Los Angeles. Orang yang melihat gedung itu, pasti tidak mengira inilah cikal-bakal restoran generasi baru. Luas tanahnya hanya ±183 m2, jauh lebih kecil dari drive-in lain di Los Angeles. Sebagai restoran bentuknya agak aneh: bersegi delapan, jendelanya agak miring dari atap ke gerai. Sepanjang tepi luar gerai terdapat sejumlah bangku untuk pelanggan. Mereka tidak bisa duduk di dalam. Seluruh dapur tampak dari luar. Hal itu menyalahi peraturan dasar restoran. McDonald bersaudara ingin menarik perhatian orang dengan bangunan yang tidak lazim itu.

Pertengahan tahun 1940-an McDonald's menjadi tempat favorit untuk pertemuan remaja. Pada akhir minggu, 20 carhop melayani 125 mobil yang memadati tempat parkir. Kakak-beradik McDonald menyediakan menu yang terdiri atas 25 pilihan, termasuk hamburger. Walaupun cara pelayanan mereka dianggap agak aneh, setiap tahun hasilnya AS $ 200.000. Jumlah ini besar untuk ukuran masa itu.

Tidak lama kemudian, keluarga McDonald sudah termasuk orang kaya baru di San Bernardino. Setiap tahun kakak-beradik itu membagi laba. Masing-masing mengantungi AS $ 50.000. Mereka bahkan pindah ke salah sebuah rumah terbesar di kota itu yang harganya AS $ 90.000. Jumlah ruangannya 25 buah dan letaknya di puncak bukit.

Biarpun kaya raya, mereka tetap sederhana. Di waktu senggang mereka hanya makan di restoran lain atau menonton tinju lokal. Karena kedua pria itu enggan terbang, mereka jarang pergi jauh dari rumah. Satu-satunya kebanggaan mereka ialah mereka orang pertama di kota itu yang membeli Cadillac model baru dan setiap tahun pedagang mobil lokal menunggu mereka menukar mobilnya dengan model terbaru.

Tahun 1948 kakak-beradik McDonald sudah jauh lebih kaya daripada yang pernah mereka impikan 10 tahun sebelumnya, yaitu ketika baru membuka stand hamburger mini dengan barang pinjaman. Namun, mereka menghadapi satu masalah. Menurut Dick, mereka mulai bosan. Uang mengalir masuk, tanpa mereka perlu bersusah-payah.

Selain itu, kakak-beradik McDonald juga tidak tahan menghadapi persaingan, walaupun saat itu mereka masih paling unggul. Usaha sejenis menjamur di mana-mana, padahal pelanggan mereka terbatas pada anak-anak sekolah menengah.

Dick dan Mac juga risau karena drive-in dianggap tempat makan murahan, padahal biayanya tinggi. Restoran mereka membutuhkan banyak tenaga kerja. Sulitnya lagi, karyawan sering berganti. Kalau bukan dibajak perusahaan yang sejenis, karyawan pindah ke industri lain yang berani membayar lebih tinggi. Karena peknggan mereka anak muda, peralatan makan juga banyak yang hilang.

The dimer yang gagal

Tidak heran mereka mendambakan pekerjaan yang lebih tenang. Hampir saja mereka menjual drive-in mereka dan membuka restoran hamburger di salah satu pusat perbelanjaan yang akan dibuka di kota satelit AS lainnya. Restoran baru itu akan disebut The Dimer. Menunya terbatas: minuman ringan, French fries (kentang goreng), dan hamburger. Harganya hanya 1 atau 2 dime (1 dime = 10 sen dolar). McDonald mempunyai gagasan untuk menggosok kepingan dime setiap pagi dan menggunakannya sebagai uang kembali. Setiap kali orang mengeluarkan dime yang berkilat, mereka akan teringat pada The Dimer.

Belum sempat gagasan itu dilaksanakan, mereka sudah berganti haluan. Ketika mereka memeriksa bon penjualan, ternyata dagangan yang paling laris ialah hamburger, yakni 80%. Barbeque (daging bakar) kurang laku, padahal iklannya mahal. Apakah sebaiknya dagangan yang kurang laku ditiadakan saja?

Lalu, mereka mendapat gagasan baru. Mengapa tidak menonjolkan kecepatan? Pelanggan harus melayani dirinya sendiri. Selain lebih cepat, harga bisa ditekan.

Untuk bisa mewujudkan ilham itu mereka menutup bisnis mereka selama tiga bulan pada musim gugur 1948, walaupun restoran itu memberi banyak keuntungan. Mereka memutuskan hubungan kerja dengan 20 carhop. Dua jendela pelayanan tempat carhop biasanya menyerahkan pesanan, kini diganti dengan jendela tempat pelanggan bisa memesan sendiri. Dapur diubah untuk mempercepat produksi. Satu-satunya alat panggang sepanjang ± 90 cm diganti dengan yang berukuran + 180 cm.

Piring dan gelas diganti dengan kantung dan gelas kertas sehingga tidak perlu dicuci. Menu 25 macam dikebiri menjadi sembilan pilihan. Kalau dulu 1 pon daging dijadikan 8 potong hamburger, kini dijadikan 10 potong. Harganya diturunkan dari 30 sen menjadi 15 sen. Mereka bahkan tidak memberi pilihan kepada pelanggan. Semua hamburger dibubuhi ketchup, mustard, bawang bombai, dan dua iris acar. Soalnya, kalau pesanan berlainan, servis akan lebih lambat.

Ketika McDonald's membuka lagi restorannya pada bulan Desember, mereka memasang gambar koki yang disebut Speedee. Namun, ternyata Speedee Service tidak memberi hasil yang diharapkan. Bahkan omzet turun sampai ? dibandingkan dengan sebelum diubah. Kakak-beradik itu tetap bertahan, meskipun banyak pelanggan meminta sistem lama dikembalikan. Kebijakan McDonald's benar juga karena enam bulan kemudian bisnis itu sudah pulih dengan ditambah milk shake dan french fries.

Setelah carhop hilang, daya tarik untuk anak remaja berkurang. Namun, citra sebagai tempat luntang-lantung anak muda juga hilang sehingga lebih banyak orang yang membawa keluarganya ke situ. Anak-anak kecil bisa memesan makanan sendiri, sedangkan dapur yang mirip akuarium itu memungkinkan orang melihat sendiri bahwa hamburger murah tidak berarti bermutu rendah.

60 detik yang menentukan

Ray Kroc pertama kali bertemu dengan McDonald bersaudara pada Juli 1954. McDonald's Drive-in sudah menarik banyak pelanggan. Ketika American Restaurant Magazine menulis tentang sukses konsep McDonald's, kakak-beradik itu dibanjiri surat dan telepon. "Sampai tiga ratus sebulan," kata Dick. Mereka merasa perlu meminta jasa seorang franchise agent.

Dua tahun sebelum bertemu Kroc, mereka sudah memberi franchise, bahkan pernah memuat iklan satu halaman dalam sebuah majalah bisnis untuk mencari franchisee (orang yang membeli franchise). Diperlukan waktu satu menit untuk membaca seluruh iklan itu. Headline-nya berbunyi: "Ini mungkin merupakan 60 detik paling penting dalam hidup Anda."

Neil Fox, seorang pengusaha bensin eceran, merupakan licensee (penerima hak) pertama tahun 1952. Kakak-beradik McDonald memutuskan drive-in di Phoenix itu akan menjadi contoh rangkaian restoran yang bakal mereka bangun. Mereka meminta bantuan seorang arsitek setempat, Stanley Meston, untuk merancang tempat makan baru yang mencolok.

Ketika rancangan Meston selesai, McDonald merasa gedung itu terlalu pipih. Untuk menghilangkan kesan itu, ia membuat sketsa dua lengkungan. Namun, Meston menolak lengkungan itu. Kalau lengkungan itu diteruskan, ia tidak mau membangunnya. Karena tidak ada pilihan lain, McDonald terpaksa membiarkan Meston membuat gedung tanpa lengkungan. Namun, McDonald tidak putus asa. Dengan membawa rancangannya yang berupa dua lengkungan itu, ia pergi ke George Dextor, seorang pembuat merek perusahaan yang tidak keberatan terhadap lengkungan itu. Hasilnya lengkungan kuning terang yang bisa dilihat dari jauh. Golden Arches (Lengkung Keemasan) Dick McDonald menjadi simbol baru bagi sistem McDonald.

Ketemu Kroc

Ketika McDonald sedang menyempurnakan rancangan drive-in barunya, program pemberian lisensi Speedee Service System masih jauh dari sempurna. Fox yang akan membuka toko McDonald's di Phoenix tahun 1953, boleh meminjam gambar rancangan gedung baru selama satu minggu dan mendapat petunjuk dasar dari Speedee Service System. Semuanya itu diperoleh dengan hanya membayar uang franchise sebesar AS $ 1.000. Setelah itu, pemegang franchise pertama McDonald's itu harus berdiri sendiri dalam hal keuangan maupun di bidang operasional.

McDonald's tidak mendapat imbalan teratur sehingga tidak ada insentif ekonomis untuk membantu sukses pemegang franchise itu. Fox juga tidak perlu mengikuti prosedur tertentu. Jadi, sistem itu sebetulnya tidak lebih dari sewa nama.

Waktu terjadi pertemuan historis dengan Ray Kroc, kakak-beradik itu baru menjual 15 franchise, walaupun mereka mendapat banyak sekali lamaran. Mereka peRNah menolak investor yang ingin membeli enam franchise di Sacramento dengan harga AS $ 15.000. Alasannya, karena pagi itu mereka baru menerima AS $ 2.500 untuk satu franchise di ibukota Kalifornia.

Ketika Harriett Charlson, seorang guru setengah baya, ingin membeli franchise, kakak-beradik itu menasihati supaya ia membuka toko pakaian kecil saja. Namun, 2 hari kemudian Charlson kembali lagi dengan membawa cek AS $ 2.500. Dia mengelola toko hamburgernya selama 16 tahun di Alhambra dan menjual usahanya kepada McDonald's pada tahun 1969 seharga AS $ 180.000.

Kakak-beradik McDonald kemudian memang mengakui bahwa mereka bukan usahawan jempolan. Pernah mereka menolak kesempatan emas untuk memperluas usahanya dengan bantuan keuangan pemasok susu Carnation Corporation. Perusahaan susu tersebut waktu itu sedang mencari tempat penjualan untuk adonan milk shake beku. Seorang wakil Carnation mendekati mereka dan menawarkan ide untuk membentuk rangkaian McDonald's drive-in bersama kakak-beradik itu.

"Kami bisa pusing nanti. Buat apa susah-susah. Kami sudah senang bisa melakukan apa yang ingin kami lakukan. Kami tidak mau terbebani masalah keuangan. Saat ini, kami bisa menikmati keleluasaan finansial," kata McDonald bersaudara itu.

Singkatnya kakak-beradik itu tidak berhasil membentuk rangkaian restoran di seluruh AS karena mereka tidak menghayati caranya dan tidak mau "berjalan jauh". Mereka sudah senang bisa membagi dua AS $ 100.000 setiap tahun yang mereka peroleh di San Bernardino. Kalau mendapat lebih banyak, mereka akan pusing menghadapi pajak penghasilan. Lagi pula, kedua-duanya tidak mempunyai anak. "Buat apa bersusah-payah menumpuk harta yang tidak bisa diwariskan," pikir mereka.

Akhir tahun 1953, usaha franchising McDonald sudah kacau. Permulaan tahun itu, McDonald's sebenarnya mendapat seorang agen franchise, William Tansey. Baru bekerja beberapa bulan, ia sudah mendapat serangan jantung. Cara Tansey menjual pun tidak berbeda daripada cara yang dipakai kakak-beradik itu.

Harga hamburger di pelbagai restoran pemegang lisensi McDonald's berbeda-beda. Ada yang menambah barang baru dalam menu. Ada yang menambah jendela penjualan. Salah seorang pemegang lisensi bahkan mengubah lengkungan emas menjadi lancip dan mengubah nama drive-in-nya menjadi Peaks.

Selain tidak seragam, banyak pemegang lisensi tidak mengikuti kecermatan McDonald's dalam mengelola restoran mereka. Kaca jendela tidak dicuci setiap hari, lantai kotor, dan serbet dekil. Kakak-beradik itu dan para pemegang lisensi menganggap franchise sebagai cara untuk mencari duit secara gampang. Pemberian lisensi yang tidak dikontrol dan tidak didukung dari pusat itu mendorong orang lain untuk meniru dan lebih berhasil. Soalnya, McDonald's pun begitu royal memberi informasi kepada para tamu di tokonya, tentang cara produksi, peralatan, dan pemasok.

Sonneborn di Belakang Layar

Kroc menciptakan citra yang baik bagi McDonald's di masyarakat luas. Namun, selain Kroc, ada orang lain di belakang layar yang tidak kurang pentingnya, yaitu Harry J. Sonneborn yang jauh lebih muda. Dia mengurusi segi keuangan dan kemudian menjadi presiden perusahaan.

Persoalan paling besar untuk memulai suatu kemitraan dengan para franchisee ialah membeli tanah dan membangun gedung berwarna merah-putih. Andaikata Kroc bersedia menjual banyak franchise sekaligus di suatu daerah yang luas, ia bisa menarik investor kuat untuk membangun gedung-gedung itu.

Namun, ia cuma memberi franchise pada satu toko setiap kali supaya bisa mengontrol kualitasnya dengan lebih baik. Jadi, dari mana franchisee bisa mempunyai uang AS $ 30.000 untuk mendapat toko seluas 0,69 ha atau AS $ 40.000 untuk membangun gedung?

Sonneborn menyarankan jalan keluar yang sederhana. McDonald's harus membentuk perusahaan real estat sendiri yang diberi nama Franchise Realty Corporation. Tugasnya ialah mencari tempat dan menyewanya dari pemilik tanah yang mau membangun unit McDonald's. Franchise Realty akan membuat kontrak 20 tahun dengan pemilik tanah. Gedung itu kemudian disewakan kepada franchisee. Dengan cara itu, laba bisa diramalkan. McDonald's menolak permintaan para pemilik tanah untuk mendapat bagian dari omzet penjualan. Mereka hanya mau membayar sewa bulanan menurut pasaran di daerah itu yang berkisar antara AS $ 500 - 600. Namun, McDonald's meminta persentase dari hasil penjualan para franchisee, ditambah sewa gedung yang sudah ditambah bunga pinjaman dan biaya lain.

Franchise Realty juga menghasilkan uang tunai langsung. Begitu McDonald's mulai menyewakan gedung, franchisee harus membayar uang jaminan AS $ 7.500. Separuhnya akan dikembalikan pada tahun kelima belas dan sisanya pada tahun terakhir dari masa 20 tahun franchise. (Uang jaminan itu kemudian dinaikkan). Uang itu bisa dipakai oleh McDonald's untuk membeli tanah dan membangun gedung lagi.

Pada akhir tahun 1960, perusahaan itu mempunyai 228 unit yang beroperasi, jauh lebih banyak dari rangkaian perusahaan hamburger lain waktu itu. Namun, nilai bersihnya hanya AS $ 95,000. Ray Kroc sendiri belum menerima gaji dari McDonald dan hanya menerima AS $ 1.000 sebulan dari Prince Castle dan AS $ 500 lagi dari tokonya di Des Plaines. Sonneborn menerima gaji paling tinggi, yakni AS $ 27.500 sebagai presiden suatu perusahaan yang mempunyai karyawan 40 orang. Gaji eksekutif lain juga rendah. Fred Turner sebagai wakil presiden operasi mendapat AS $ 10.500.

Biarpun gaji kecil, kadang-kadang terjadi kepanikan kalau sudah mendekati hari pembayaran gaji. Kebijakan real estat Sonneborn memang menghasilkan banyak, tetapi tidak bisa mengikuti biaya sumber daya manusia yang bertambah terus untuk mendukung perbaikan operasional dan investasi real estat.

Sonneborn yakin mereka perlu masuk ke pasar modal kalau mau membuat rangkaian restoran nasional. Tidak mungkin membuat toko satu per satu seperti saat itu. Sonneborn kini ingin mendapat pinjaman AS $ 1 juta. McDonald's tidak memerlukan uang sebanyak itu, tetapi ia ingin memperolehnya untuk menaikkan gengsi.

Kesempatan itu datang ketika Sonneborn bertemu dengan Milton Goldstandt, orang yang mempunyai hubungan baik dengan cukong-cukong kakap. Milton tertarik dan memanggil bintang baru dalam kelompok investasinya, Fred Fedelli, yang berusia 29 tahun. Fedelli yakin McDonald's bisa membayar kembali pinjaman. Namun, yang paling merangsang ialah kesediaan McDonald's untuk memberi 20% dari saham McDonald's kalau mereka mau memberi pinjaman.

Fedelli terbang ke Midwest untuk mengunjungi 20 toko McDonald's. la sangat terkesan karena dengan uang kurang dari AS $ 50 sen orang bisa minum, makan kentang goreng, dan hamburger di McDonald's. Restorannya pun bersih dan larisnya bukan main.

Berkat saran Fedelli, Milton kemudian merekomendasikan pinjaman itu kepada komite penanaman modalnya. Pinjaman AS $ 1,5 juta kepada McDonald's lunas 15 tahun kemudian. Para peminjamnya mendapat untung besar dari saham-saham bagian mereka.

Pertengahan tahun 1970-an, Fedelli menjual saham McDonald's milik State Mutual dengan keuntungan AS $ 12 juta. Sebenarnya ia terburu nafsu. Andaikata, 150.000 saham McDonald's itu ditahan dulu, ia akan menguasai 10% milik perusahaan, yaitu AS $600 juta.

Takut pajak

Awal tahun 1961, McDonald bersaudara memberi tahu Ray Kroc bahwa mereka ingin menjual hak atas nama perusahaan dan sistem fast food kepada perusahaan Kroc dengan harga AS $ 2,7 juta. Mereka ingin pembayaran dilakukan segera dan tunai. Kakak-beradik itu memperhitungkan bahwa mereka masing-masing akan menerima AS $ 1 juta setelah dipotong pajak. Mereka merasa jumlah itu sudah cukup bagi mereka, pendiri industri fast food. Jumlah yang mereka minta sebetulnya tidak berlebihan, tetapi saat itu Kroc tidak mempunyai uang sebanyak itu.

Jelas, McDonald's tidak bisa mengumpulkan dana sebanyak itu. Utang perusahaan Kroc sudah sangat banyak sehingga hampir tidak mungkin mendapat kredit lagi.

Namun, bagaimanapun Kroc harus mampu membeli perusahaan McDonald's. Soalnya, ia yakin dalam jangka panjang pembelian itu bakal menguntungkan. Ia berusaha dan ternyata berhasil. Mengapa kakak-beradik itu ingin sekali menjual saham mereka? Arus royalty yang mereka terima dibebani pajak pendapatan. Kalau mereka meninggal, pajak warisan yang harus dibayar janda mereka juga tinggi sekali. Pengacara mereka sampai pernah berkata, "Dick, kamu dan saudaramu sebaiknya tetap sehat. Soalnya, kalau kamu meninggal dalam waktu lima tahun ini dan kamu mendapat royalty AS $ 1 juta setahun pada saat meninggal, Uncle Sam akan menilai peninggalanmu lima kali jumlah itu. Dari mana istrimu akan mendapat uang untuk membayar pajak?"

Pikiran itulah yang mendorong kedua kakak-beradik itu untuk cepat menjual saham mereka. Mereka mengaku tidak pernah menyesal berbuat demikian. Kalau tidak, mereka bisa menderita tukak lambung dan stres akibat pajak.

Jatuh cinta pada istri orang lain

Setelah lepas dari kakak-beradik McDonald, Ray Kroc bisa lebih berkembang. Selain salesman ulung, ia juga pandai memikat para wartawan sehingga sering mendapat liputan gratis.

Membangun McDonald's bukan karir, tetapi hidupnya. Tidak ada batas antara pribadi dan bisnis. Permulaan tahun 1960-an, ketika terjadi perubahan dalam bisnisnya, hidupnya juga berubah. Waktu itu ia sedang jatuh cinta.

Sebetulnya, ia sudah menikah dengan Ethel sejak tahun 1922 tetapi ketika ia pergi ke Minneapolis tahun 1957 untuk membicarakan franchise, ia jatuh cinta pada Joan Smith, organis restoran St. Paul milik Jim Zien di Criterion.

Kroc, bekas pemain piano profesional, senang kepada orang yang pandai memainkan alat musik tersebut. Tidak heran kalau pikiran Kroc sering melantur ketika membicarakan franchise dengan Zien. Joan Smith bukan pemain piano berbakat, tetapi ia cantik, pirang, dan umurnya baru akhir dua puluhan. Sayangnya, ia istri orang lain!

Hubungan akan berakhir sampai di situ, andaikata Zien tidak menyewa Rawley Smith, suami Joan, sebagai manajer restoran. Ketika restoran itu maju, Rawley mendapat bonus AS $ 12.000 pada tahun pertama. Ketika tahun berikutnya, ia dan Zien membuka franchise McDonald's di Rapid City, South Dakota, Rawley dan Joan menjadi anggota dari 'keluarga McDonald's'.

Biarpun jarang bertemu dengan Joan selama beberapa tahun berikutnya, Kroc bertekad mengakhiri perkawinannya yang sudah berlangsung 30 tahun. Akhir tahun 1961, Kroc mengambil keputusan untuk bercerai dari Ethel dan melamar Joan. Tahun itu, ia baru menerima gaji dari McDonald (AS $ 75.000). Ia bersedia untuk memberi Ethel rumah mereka dan tunjangan AS $ 30.000 setahun.

Joan merasa bersalah terhadap suaminya. Keluarganya memang tidak setuju ia bercerai. Pukulan yang terakhir ialah ketika putrinya yang berusia 14 tahun berkata, "Kalau Ibu menikah dengan dia, lupakan saja bahwa Ibu mempunyai anak perempuan."

Joan membatalkan perkawinannya dengan Kroc sehingga Kroc terpukul. Waktu itu, ia sudah pindah ke Kalifornia (Mei 1962). Setahun kemudian Joan berganti haluan. Ia terbang menemui ibunya di St. Paul untuk memberi tahu bahwa putrinya sudah setuju ia bercerai, untuk menikah dengan Kroc. Namun, ibunya menjawab, "Aku berbicara dengan Ray pagi ini. Dia akan menikah."

Ny. Kroc yang baru ialah Jane Dobbins Green, karyawan pemain film termasyhur John Wayne. Kroc menikahinya setelah berkenalan 2 minggu. Suatu bukti Kroc tidak tahan hidup sendirian.

Cekcok

Pertengahan tahun 1960-an pertentangan antara Kroc dan Sonneborn sudah meluas ke dalam manajemen. Perbedaan itu berdasarkan pada watak mereka yang jauh berbeda. Mula-mula perbedaan itu masih bisa dijembatani, tetapi pertentangan menjadi lebih hebat ketika McDonald's go public.

Menjelang tahun 1965, Sonneborn menjadi eksekutif profesional, manajer yang mengatur suatu kelompok ahli keuangan elite, yang tidak segan adu sikut dengan chief executive. la mengatur dari kantornya di 221 North LaSalle Street, kantor pusat McDonald's East, sesuai dengan standar perusahaan besar tradisional. Karpetnya yang hijau tua itu empuk dan dindingnya kayu mahoni berwarna gelap. Kursinya dari kulit coklat kemerahan dan di suite eksekutif ada lukisan Renoir.

Sonneborn mengelola perusahan secara tradisional. Hubungan pribadi dan kekeluargaan yang dulu ada di kantor pusat McDonald's kini diganti menjadi hubungan birokratis. Kalau Sonneborn mengelola perusahaan sebagai manajer profesional, Kroc lebih bersifat entrepreneur, wiraswasta. Sonneborn ingin main aman, melindungi dasar yang sudah ada. Kroc ingin mengambil risiko besar untuk memperbesar dasar itu. Padahal, cara yang terakhir itu sulit dilakukan, kalau suatu perusahaan sudah go public.

Setelah McDonald's go public tahun 1966, Kroc dan Sonneborn tidak saling sapa lagi. Dua tahun terakhir mereka hanya berhubungan melalui June Martino, satu-satunya orang di McDonald's yang bisa menghargai kedua pihak dan tidak ikut kubu mana pun.

Yang juga mengganggu Kroc ialah Sonneborn tambah sering absen di kantornya di Chicago. Selama tahun 1966, Sonneborn lebih banyak berada di rumahnya di Mobile, Alabama. Alasannya karena sakit. la memang tertekan oleh Kroc. Sambil tiduran di sofa di rumahnya di Fowl River, ia mengatur bisnis lewat telepon.

Kroc dan Sonneborn bertentangan pendapat perihal seberapa cepat McDonald's harus memperluas diri. Sampai pertengahan tahun 1960-an, ekspansi bukan soal karena pasar fast food masih terbuka luas di AS. Bagi McDonald's risikonya kecil. Setelah perusahaan itu go public, keadaan berubah. McDonald's harus memanfaatkan momentum untuk bisa memperluas diri lebih cepat.

Akhirnya keadaan itu tidak bisa dipertahankan lagi sehingga Kroc meminta perigacaranya, Lubin, untuk menegosiasikan pengunduran Sonneborn. Sonneborn sendiri juga sudah tidak betah. Kroc tidak takut didongkel karena ia memiliki lebih dari 40% saham McDonald's dan kalau terjadi pertikaian, ia pasti menang, asal ia bersatu dengan pemegang saham yang pro dengannya. Yang diharapkan Kroc ialah ia bisa memanfaatkan momentum untuk memperluas usaha.

Ketika keluar pada tahun 1967, Sonneborn menjual sahamnya kepada kubu lawan Kroc dengan harga sekitar AS $ 12 juta. Andaikata, ia mempertahankannya, nilainya pertengahan tahun 1980-an sekitar AS $ 700 juta. Ketika ia mengundurkan diri pada usia baru 51 tahun, hatinya sangat terpukul. Ia mengurung diri di Mobile dan tidak memelihara hubungan dengan kebanyakan eksekutif McDonald's. Prestasinya yang besar dihapus dari catatan perusahaan. Baru tahun 1983 Fred Turner, pengganti Kroc, memesan lukisan yang menggambarkan Sonneborn untuk dipasang di galeri manajemen. Namun, ia baru memasang potret Sonneborn Januari 1985, setelah Kroc meninggal tahun 1984.

Tujuh tahun setelah putus hubungan dengan Joan Smith, Kroc bertemu lagi dengan wanita itu dalam suatu pertemuan McDonald's di San Diego.

Joan datang bersama suaminya, Rawley, yang menjadi franchisee di Winnipeg, Manitoba. Sejak saat itu, Joan mendekam di suite hotel Kroc. Sebetulnya, mereka didampingi Carl Erickson, sopir Kroc. Berjam-jam Kroc dan Joan memainkan lagu favorit lama dengan piano. Sopir bertugas memasukkan kayu ke perapian. Pertemuan itu berlangsung sampai pukul 04.00.

Kroc tidak mau melepaskan Joan untuk kedua kalinya. Malam itu, ia menyatakan bersedia bercerai dari istrinya untuk menikah dengan Joan. Joan juga berjanji akan bercerai dengan suaminya. Namun, Kroc takut Joan mundur pada saat terakhir. Jadi, tanpa pikir panjang ia mengumumkan perceraiannya dengan Jane. Berarti dua kali sudah Kroc mengorbankan istri demi Joan yang sekali ini jadi mengorbankan suaminya.

Setelah Sonneborn mundur, Kroc menjadi chief executive. Pengumuman Fred Turner sebagai presiden berikutnya ditangguhkan setahun dengan harapan Turner mempunyai waktu untuk lebih menghayati tugasnya. Turner tidak mau tunduk kepada Kroc, walaupun ia selalu menghargai Kroc sebagai pendiri McDonald's. Selama lima tahun pertama sebagai presiden (1969-1973), Turner melakukan perubahan lebih banyak daripada lima tahun sebelumnya. Waktu itu, persaingan bertambah sengit, tetapi tahun 1974 McDonald's berhasil mempunyai 3.000 toko di seluruh AS.

Berkat McDonald's, para pemasok ikut berkembang. Beberapa bahkan menjadi pengolah dan distributor makanan terbesar di dunia.

Jasa para franchisee pun tidak boleh dilupakan. Herb Patterson, seorang/ranchisee dari Santa Barbara, menciptakan resep yang kini menjadi salah satu andalan McDonald's di pelbagai tempat di dunia, yaitu Egg McMuffin, yang sayang sekali tidak dijual di Indonesia. Ketika franchisee dari Cincinnati merasa penjualannya "loyo", ia menemukan resep Filet-O-Fish yang ternyata laku keras sehingga dijual pula di tempat-tempat lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Penemu Big Mac, produk paling beken dari McDonald's adalah Jim Delligatti dari Pittsburgh.

Cara-gara isu cacing

Penjualan McDonald's di Atlanta tahun 1976 turun gara-gara ada berita bahwa McDonald's mencampur daging hamburger-nya dengan daging cacing. Membantah akan lebih mengobarkan kepercayaan orang. Karena itu, Turner memberi perintah untuk diam saja.

Namun, para franchisee di Atlanta mendesak para manajer McDonald's. Bertentangan dengan perintah Turner dan tanpa minta pertimbangan dari ahli humas luar, mereka mengadakan konferensi pers di Atlanta.

Berita mengenai cacing itu mempengaruhi penjualan McDonald's sampai berbulan-bulan. Tidak heran kalau Turner memecat manajer yang melanggar perintahnya.

Setelah diselidiki beberapa bulan, ternyata cerita aneh itu datang dari sebuah majalah nasional yang menulis tentang seseorang yang ingin menjual franchise untuk peternakan cacingnya. Ia menyatakan ingin menjadi 'McDonald's dalam peternakan cacing'. Tanggapan Ray Kroc mungkin paling efektif. "Kami tidak bisa memasukkan caring ke dalam daging kami. Hamburger harganya hanya AS $ 1,5 per pon, sedangkan caring AS $ 6."

Berulang-ulang mereka harus menghadapi masalah yang tidak diduga-duga, namun yang paling hebat terjadi pada 18 Juli 1984. Menurut berita TV, ada tembak-menembak di Restoran McDonald's di Kalifornia. Empat orang meninggal, kemudian menyusul enam dan delapan orang lagi.

Saat itu Starmann, kepala humas, sedang merayakan ulang tahun istrinya di restoran. Tanpa menunggu makanan disajikan, Starmann meninggalkan restoran untuk menuju ke McDonald's di Oak Brook. Penembak di Restoran McDonald's di San Ysidro (perbatasan Meksiko - Kalifornia) adalah John Huberty. la masuk ke restoran, lalu mengobral peluru dari karabinnya. Sebelum ditembak polisi, Huberty sudah sempat membunuh 21 orang yang tidak bersalah: tamu, pelayan, dan orang lewat. Tentu saja pembunuhan ngeri itu memiliki dampak buruk bagi McDonald's.

Selama 15 jam berturut-turut keesokan harinya Starmann memberi 71 wawancara yang muncul di setiap stasiun TV malam itu. Malam itu juga, tim senior eksekutif McDonald's terbang ke San Ysidro untuk menghadiri pemakaman delapan korban yang dilaksanakan keesokan harinya. Saat itu, mereka sudah mengumpulkan dana AS $ 1 juta untuk keluarga korban.

Toko itu akhirnya ditutup untuk selama-lamanya. Papan nama McDonald's disingkirkan pada pukul 03.00 dini hari supaya tidak ada yang tahu. Lima minggu kemudian, setelah berunding dengan pimpinan masyarakat, McDonald's menghibahkan toko itu kepada penduduk San Ysidro dan memberi hak kepada dewan kotapraja untuk memakai bangunan tersebut. Selama krisis itu, dilaksanakan satu peraturan yang selalu mendasari keputusan McDonald's: "Kami memutuskan apa yang kami anggap benar secara moral, bukan yang selalu benar menurut hukum atau sehat secara finansial, atau patut menurut pendapat masyarakat."(Intisari)