Intisari-Online.com - Pada dasarnya, aturan kerja dibuat untuk menguntungkan kedua belah pihak, baik karyawan maupun perusahaan. Namun, terkadang perusahaan menerapkan aturan kerja yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Bahkan, aturan itu cenderung merugikan karyawan.
Salah satunya, larangan menikah atau hamil selama masa kontrak kerja. Bilamana karyawan menikah, konsekuensinya diberhentikan. Ada pula larangan hamil selama masa kontrak kerja, dengan konsekuensi yang sama jika dilanggar. Padahal, kedua hal ini tidak boleh diperjanjikan dalam perjanjian kerja. Lantas, bolehkah perusahaan memecat karyawan yang menikah atau hamil?
Yulius Setiarto, konsultan hukum dari Setiarto dan Pangestu Law Firm di Jakarta, mengatakan, secara hukum perusahaan tidak dapat memaksa karyawan untuk mengundurkan diri karena alasan menikah atau hamil meski sudah diperjanjikan sebelumnya. Sebab, pada dasarnya pengunduran diri harus berdasarkan pada kemauan dari karyawan. Hal ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan pasal 154 ayat 1.
Merujuk pada ketentuan UU tersebut, pemutusan hubunga kerja karena karyawan menikah atau hamil adalah tidak beralasan hukum dan dianggap batal demi hukum. Pengusaha pun wajib mempekerjakan kembali karyawan yang bersangkutan. “Maka, penting untuk karyawan mengenali hak mereka dan jangan sungkan bertanya,” ucap Yulius.