Intisari-Online.com - Ada beragam alasan orang membeli rumah kedua. Namun kebanyakan untuk investasi. Agar niat itu tak membebani kekuangan keluarga, maka diperlukan jurus jitu.
Dalam laku hidup seseorang, membeli rumah bisa jadi merupakan pengeluaran terbesar. Melibatkan nominal yang besar. Wajar saja jika tenor yang diberikan oleh lembaga keuangan untuk pembelian rumah bisa puluhan tahun.
Namun, berbeda dengan rumah pertama yang kemudian ditinggali, rumah kedua lebih banyak dijadikan investasi. Suatu saat bisa dijual kembali atau dipakai oleh anak-anak ketika sudah berkeluarga. Sebagai sebuah instrument investasi itulah yang membuat pembelian rumah kedua tak seberat rumah pertama. Soalnya cicilan bisa ditopang dari hasil investasi tadi.
Toh, tetap saja kita harus berhati-hati dalam memutuskan untuk membeli rumah kedua ini. Jangan sampai keuangan jadi kacau balau setelah membeli rumah kedua.
Yang pertama harus diperhatikan adalah teliti kondisi keuangan kita. Membeli rumah kedua hanya tepat dilakukan saat kondisi keuangan sudah sehat. “Lihat apakah kita tak lagi terbebani utang apa pun. Jadi perlu mengecek kondisi keuangan dulu,” ujar Andreas Freddy Pieloor, konsultan keuangan di Money n Love Financial Consulting.
Sebenarnya, mudah saja bagi kita untuk menentukan sehat atau tidaknya kondisi keuangan saat ini. Idealnya, indikasi keuangan yang sehat antara lain ada dana darurat, kebutuhan proteksi (asuransi jiwa dan kesahatan), dana pendidikan, dan dana pensiun. Selain itu, Andreas juga menambahkan, “Sebaiknya rasio utang di bawah 30% dari jumlah penghasilan,” jelasnya.
Setelah itu, seberapa kuat kemampuan dana untuk membayar cicilan utang baru. Memang, rumah kedua bisa diinvestasikan, namun hasilnya belum tentu bisa menutup besarnya cicilan utang tadi. Pikirkan juga berapa dana yang kita miliki sebagai uang muka untuk membelinya.Temukan lengkapnya tentang "Rumah Kedua Pun Terbeli Tanpa Kantong Jebol" di Majalah Intisari edisi September 2016.