Intisari-Online.com -Tahukah Anda latar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok?
Rengasdengklok merupakan peristiwa yang mengawaliProklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Peristiwa Rengasdengklok adalah sebuah kejadian saat golongan muda yang dipimpin oleh Chairul Saleh memutuskan untuk menculik Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta sehari sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan.
Bagaimana sebenarnyalatar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok?
Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan menyikapi kekalahan jepang dalam Perang Dunia II.
Golongan muda ingin Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta segera mengumumkan kemerdekaan melalui proklamasi.
Namun di sisi lain, Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta serta golongan tua lainnya merasa proklamasi akan diputuskan melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Kronologi Peristiwa Rengasdengklok
Ersontowi dalam Modul Sejarah Indonesia XI (2020) menerangkan bahwa peristiwa Rengasdengklok bermula dari rapat golongan muda yang dipimpin Chairul Saleh.
Pada rapat tersebut golongan muda sepakat bahwa kemerdekaan Indonesia menjadi hak rakyat dan segala hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus segera diputuskan.
Keputusan rapat tersebut kemudian disampaikan Wikana dan Darwis di kediaman Ir.Soekarno Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta yang menuntut segera dilakukannya proklamasi.
Hal itu membuat pada tanggal 16 Agustus 1945 keputusan rapat golongan muda yang juga dihadiri Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Shodanco Singgih, untuk membawa Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta ke luar kota untuk menghindari pengaruh Jepang.
Maka pada 16 agustus 1945 jam 04.00 WIB terjadi peristiwa penculikan terhadap Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta untuk dibawa ke luar kota menuju Rengasdengklok.
Rengasdengklok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat yang dipilih golongan muda karena tempat tersebut sudah sepenuhnya dikuasai oleh Pembela Tanah Air (PETA).
Mereka dibawa rumah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong di mana kedua tokoh tersebut diyakinkan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Baca Juga: Tujuan dan Hasil Kesepakatan Peristiwa Rengasdengklok di Saat Terjadi Kekosongan Kekuasaan
Selain itu golongan muda juga menegaskan bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah bersiap untuk memperjuangkan kemerdekaan apapun resikonya.
Sementara di Jakarta Achmad Subardjo dengan Wikana sudah siap mengadakan proklamasi.
Achmad Subardjo meyakinkan golongan muda di Jakarta agar tidak terburu-buru dan berjanji bahwa proklamasi akan berlangsung pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB.
Malam itu, Yusuf Kunto mengantar Achmad Subardjo untuk menjemput Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta.
Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta kemudian dibawa ke rumah Mayor Jenderal Otoshi Nishimura Kepala Departemen Urusan Umum.
Pemerintahan Militer Jepang yang tidak mengijinkan Indonesia melakukan proklamasi kemerdekaan karena perjanjian mereka dengan sekutu yang harus menjaga status quo di wilayah jajahannya.
Akhirnya Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta menuju ke rumah Laksamana Tadashi Maeda Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat Jepang di mana naskah proklamasi akhirnya dirumuskan.
Di tempat itulah Ir.Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Subardjo merumuskan naskah proklamasi yang atas usul Sukarni ditandatangani atas nama bangsa Indonesia.
Baca Juga: Sempat Tertunda Karena Peristiwa Rengasdengklok, Ini Hasil Sidang Pertama PPKI
Sementara Sayuti Melik mengetik naskah akhir proklamasi dengan beberapa penyesuaian.
Hingga akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan di rumah Ir.Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta pada pukul 10.00 WIB.
Setelah proklamasi berkumandang, Suhud dan Latif Hendraningrat mengibarkan bendera merah putih yang sudah dijahit oleh Fatmawati.
Berita tentang proklamasi Kemerdekaan ini kemudian disebar ke penjuru nusantara melalui siaran radio, media cetak, dan kabar yang dibawa para utusan daerah.
(*)