Intisari-Online.com – Suatu ketika, seorang buta hendak pulang dari rumah sahabatnya. Ketika ia akan pulang, hari sudah malam. Sahabatnya tersebut kemudian membekali orang buta ini dengan sebuah lentera.
Awalnya, si buta mewakili orang yang benar-benar gelap batinnya. Ia angkuh, bebal, egois, dan penuh kemarahan. Jika ada kesalahan, ia selalu menunjuk orang lain. Ia tak sadar bahwa kesalahan sebenarnya juga banyak pada diri sendiri. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ia mulai belajar bahwa apa yang awalnya ia yakini tidaklah benar.
Si buta ini menjadi lebih bijak setelah mengalami sejumlah peristiwa. Ia lebih rendah hati dan merasa bahwa dalam dirinya juga ada banyak kesalahan. Ia menjadi rendah hati karena sadar akan kebutaannya dan sadar akan kebutuhannya akan bantuan orang lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.
Penabrak pertama mewakili orang pada umumnya. Mereka tak sadar dan tak peduli dengan apapun yang terjadi.
Penabrak kedua mewakili orang yang bertentangan dengan kita. Mereka sebenarnya bisa menunjukkan kesalahan kita dan bisa menjadi guru-guru terbaik untuk kita. Beranikah kita dibenahi oleh orang lain?
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama gelap batinnya dengan kita. Jangan sampai kita meminta pertolongan dari orang yang sama-sama buta dan tak punya lentera.
Lalu orang terakhir menggambarkan mereka yang masih buta namun sadar akan pentingnya lentera kebijaksanaan.
Siapakah diri kita dalam kisah ini? Sudahkah kita memiliki atau mencari lentera kebijaksanaan dalam hidup?