Intisari-Online.com – Laba-laba sangat malas. Setiap pagi ia bangun pada pukul 12.00, sarapan, dan berkata pada istrinya, “Aku akan ke ladang.” Tapi ia tidak pergi ke ladang. Ia tidak punya ladang sama sekali. Ia pergi ke hutan dan duduk di bawah pohon besar sepanjang hari.
Istrinya kadang-kadang berkata padanya, “Katakan bila engkau ingin bantuan saya di ladang.” Ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia tidak ingin membuat suaminya marah.
Laba-laba menjawab kemudian, “Oh, aku punya banyak waktu. Jangan takut. Aku akan memberitahumu saat aku membutuhkanmu.”
Orang-orang sering bertanya, “Kapan Anda mulai bekerja diladang?”
Dan laba-laba itu menjawab, “Aku belum punya cukup waktu.”
Lalu suatu hari ia berkata pada istrinya, “Besok saya mau menanam kacang di ladang kita. Pergilah ke pasar dan belilah sekantong kacang. Saya harus membawanya besok.”
Istrinya senang mendengar itu dan ia berlari ke pasar untuk membeli kacang. Hari berikutnya laba-laba pergi membawa kacang itu ke hutan, makan sebanyak-banyak yang ia inginkan dan kemudian tidur nyenyak di bawah pohon besar.
Malam hari ia pulang dan berkata pada istrinya, “Oh, betapa lelah dan laparnya saya! Saya bekerja di ladang sepanjang hari. Apakah makanan sudah siap? Hidup ini sulit bagi kita. Kita bekerja dari pagi sampai malam, dan kau, wanita, hanya memasak makan malam dan makan saja.”
Setiap hari laba-laba pergi. Tapi ia tidak bekerja di ladang. Ia hanya makan kacang-kacangan dan kemudian istirahat di hutan. Waktu berlalu. Orang-orang mulai membawa pulang kacang hasil panenan mereka. Tapi laba-laba tidak membawa apa-apa.
Lalu, istrinya bertanya, “Kau tidak membawa pulang kacang panenan kita? Haruskah saya bantu?”
“Tidak, tidak, saya tidak ingin bantuanmu,” jawab laba-laba. “Saya akan membawa pulang kacang dalam beberapa hari.”
Bagaimana laba-laba bisa membawa pulang kacang? Ia tidak punya kacang sekarang! Ia tidak punya ladang! “Di mana saya bisa mendapatkan kacang?” ia bertanya pada dirinya sendiri. “Ah, aku tahu. Aku akan mencuri,” pikirnya. Pada malam hari ia keluar dari rumahnya dan segera datang ke ladang kepala desa. Itu adalah sebuah pertanian besar. Ada banyak pohon kacang di situ. Ia pun mengisi tasnya dengan kacang, menyembunyikan tas di bawah pohon di hutan dan pulang ke rumah.
Keesokan harinya ia berkata pada istrinya, “Hari ini saya harus membawa kacang dari ladang. Buatlah makan malam yang lezat! Aku akan sangat lapar dan lelah.”
“Ya, sayang,” kata istrinya.
Laba-laba pergi ke hutan. Kantong kacang berada di bawah pohon besar. Laba-laba makan beberapa kacang-kacangan dan tidur dengan nyenyak. Malam harinya ia membawa kantong untuk istrinya. Ia sangat senang! Ia membuka tas itu, mengambil satu kacang, memakannya, kemudian mengambil lagi dan lagi. Benar-benar enak!
Malam berikutnya laba-laba pergi lagi ke pertanian kepala desa dan mencuri sekantong kacang lagi. Ketika malam berikutnya datang, ia membawa pada istrinya. Demikian seterusnya, ia melakukan hal yang sama lagi.
Tapi pada suatu malam, pelayan kepala desa melihat ada pencuri yang mencuri kacang, “Aku harus menangkap pencuri itu. Tapi bagaimana saya bisa melakukannya?”
Kemudian sebuah ide datang. Ia mengambil dua wadah besar dan pergi ke hutan untuk mengumpulkan getah pohon. Ia mengumpulkan getah dan kemudian membuat manusia dari karet. Ia menempatkan orang-orangan karet itu dekat pohon kacang. “Sekarang aku akan tahu siapa pencurinya,” katanya pada diri sendiri.
Ketika malam datang dan semua orang sudah tidur, laba-laba pergi ke ladang kepala desa itu. Ia datang ke pohon kacang dan tiba-tiba melihat seorang pria di sana, “Oh,” tanyanya pada orang itu, “Apa yang kau inginkan di sini?”
Tidak ada jawaban.
“Kamu siapa?” tanya laba-laba lagi. “Apa yang kau lakukan di sini di malam hari?”
Orang-orangan karet itu tidak bicara. Kemudian laba-laba itu memukul kepala orang-orangan karet dan menangis, “Mengapa kamu tidak menjawab saya?”
Orang-orangan karet itu begitu lengket hingga laba-laba tidak bisa menarik tangannya dari kepala orang itu.
“Biarkan aku pergi! Biarkan aku pergi!” laba-laba itu menangis dan memukul orang-orangan karet dari sisi lain. Dan sisi lain itu juga menempel. Sekarang laba-laba itu mengerti bahwa itu bukan manusia. Ia masih mencoba untuk mendorong dengan kakinya. Tapi kakinya menempel juga. Kini, laba-laba itu tidak bisa bergerak lagi.
“Benar-benar konyol saya,” katanya pada diri sendiri. “Orang-orang akan datang di pagi hari, dan semua orang akan tahu bahwa sayalah pencurinya.”
Laba-laba yang malang! Pagi harinya pelayan kepala desa itu merobek orang-orangan karet dan membawa menghadap kepala desa. Dan sejak hari itu laba-laba bersembunyi di tempat gelap dan tidak berbicara pada siapa pun karena ia begitu malu. Dan sekarang, anak-anak serta keturunannya pun selalu bersembunyi di tempat gelap.