Intisari-Online.com - Setiap mendengar nama Muhammad Hatta disebut, hati saya selalu berdesir. Rasa bangga membuncah di dada. Kejujuran, kesederhanaan, kebijaksanaan, dan rasa cinta yang melekat kepadanya betul-betul memikat hati. Sungguh, sebagai orang Indonesia, saya merasa beruntung pernah memiliki pemimpin seperti dia.
Dulu saya pernah membaca kisahnya dan sepatu Bally. Hingga akhir hayat, sepatu impiannya itu tak terbeli juga karena tak tercukupinya uang. Bayangkan, seorang wakil presiden sebuah negara tak mampu membeli sepatu Bally! Ketika dia pensiun pun, uang pensiunannya tak mampu untuk membayar tagihan air dan PBB. Saya tidak menangis. Namun seperti ada air yang tiba-tiba merembes dari balik mata ini.
Kesederhanaannya sungguh luar biasa. Meski begitu, cintanya untuk ibu pertiwi justru sebaliknya. Megah tak terkira, mengalahkan kebesaran Gunung Himalaya kalau boleh dihiperbolakan. Dibuang hingga ke Digul atau disingkirkan oleh teman seperjuangan sendiri tak pernah menggoyahkan rasa cintanya. Apa pun rela dia korbankan untuk Indonesia entah itu darah, keringat, air mata, atau bahkan nyawa.
“Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku, ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatanku,” tegas Hatta.
Hatta memang tidak meninggalkan harta benda. Tapi dia memberikan legacy, yakni keteladanan. Saya sangat yakin, hampir semua orang Indonesia saat ini memimpikan lahirnya kembali seorang pemimpin seperti putra Bukittinggi tersebut.
Oleh karena itulah, dalam momen 17 Agustus sebagai hari jadi bangsa dan juga hari jadi Intisari, kami dari dapur redaksi mempersembahkan Edisi Khusus 256 halaman dengan tajuk, Hatta: Untold Story. Kebetulan juga 12 Agustus ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-114.
Selamat ulang tahun, Bung! Dari kami yang merindukan orang sepertimu.
Tabik.