Intisari-Online.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta penggunaan nama Mustafa Kemal Ataturk sebagai nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, diganti menjadi Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mahmud II.
Alasannya, untuk menghentikan pro dan kontra atas wacana penggunaan nama Mustafa Kemal Ataturk.
Demikian Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan dalam keterangan Senin (18/10/2021) sebagaimana dilansir Kompas.tv.
Alasannya, Amirsyah mengatakan Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II merupakan nama yang sangat legendaris yaitu penakluk konstantinopel.
Dia dianggap sebagai pahlawan di Turki modern dengan di Istanbul.
Karena jasanya, bahkan sampai ada kawasan yang dinamai sepeti Distrik Fatih, Masjid Fatih, maupun Jembatan Fatih Sultan Mehmed.
Berikut biografi Sultan Mehmed yang kekuasaannya bisa mencakup Bosnia di Eropa.
1. Masa Kecil dan Awal Berkuasa
Mehmed II lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne yang kemudian jadi ibu kota Ottoman.
Ayahnya adalah Sultan Murad II dan ibunya Huma Valide Hatun.
Saat usianya baru berusia 11 tahun, Mehmed II dikirim oleh ayahnya ke Amasya dan menjabat sebagai gubernur di sana untuk mendapatkan pengalaman.
Setelah Murad II mencapai kesepakatan dengan Karamanids di Anatolia pada Agustus 1444, dia turun takhta dan memberi kesempatan kepada putranya untuk naik.
Saat awal dia berkuasa, dia memimpin pasukan dan mengalahkan pasukan Hongaria di bawah pimpinan ksatria bernama John Hunyadi yang merusak Perjanjian Szeged.
Saat itu pasukan Hongaria menyerang karena terpengaruh Kardinal Julian Cesarini, utusan Paus Martinus V, meyakinkan raja melakukan serangan tidak berbahaya.
Baca Juga:Beginilah Strategi Al Fatih, Raja Turki Penghafal Alquran Taklukkan Kota Legendaris Konstantinopel
Mehmed kemudian turun takhta setelah pada September 1446 dan digantikan ayahnya setelah dipaksa Perdana Menteri Candarli Halil Pasa.
2. Penaklukan Konstantinopel
Setelah kembali berkuasa pada 1451, Mehmed II sudah mendedikasikan dirinya untuk memperkuat angkatan laut Ottoman dan merebut Konstantinopel.
Dua tahun kemudian, Mehmed II pun melancarkan pengepungan berkekuatan 80.000-200.000, kumpulan artileri, hingga 320 kapal perang.
Baca Juga:Mampu Semburkan Api, Senjata Kuno Abad ke-7 Ini dapat Membakar Air
Pada 6 April 1453, Pengepungan Konstantinopel pun dimulai dan berlangsung selama 53 hari hingga Mehmed menang di 29 Mei 1453.
Meski mendapat bantuan dari pembelot Ottoman hingga Vatikan, Kaisar Constantine XI yang hanya memimpin 10.000 pasukan dan 26 kapal tak kuasa membendung Ottoman.
Setelah Konstantinopel jatuh ke tangannya, Mehmed II pun mengklaim titel Kaisar berdasarkan Kekaisaran Romawi (Qayser-i-Rum).
Setelah Konstantinopel, Mehmed II mengarahkan pasukannya ke Provinsi Morea di Peloponnesos pada 1461 dan Kekaisaran Trebizond setahun berselang.
3. Menciptakan Pemerintahan Terpusat
Setelah melakukan banyak penaklukan di Serbia, Albania, hingga Crimea, Ottoman mulai mengonsolidasikan kerajaannya dengan membentuk pemerintahan.
Divan (pengadilan kerajaan) berisi para pejabat yang hanya setia kepada dia dan membolehkannya menggunakan otoritas dan kekuasaan yang besar.
Begitu Mehmed II membentuk pemerintahan terpusat, secara hati-hati dia menunjuk para pejabat yang bisa membantunya menerapkan agendanya.
Dia mendelegasikan wewenang dan fungsi pemerintahan yang besar kepada para pembesarnya sebagai bagian dari kebijakan agar pemerintahannya tidak terlalu absolut.
4. Kematian
Pada 1481, Mehmed II bergerak bersama pasukan Ottoman.
Namun saat berada di Maltepe yang merupakan bagian dari Istanbul, dia jatuh sakit.
Setelah dirawat selama beberapa hari, Mehmed II meninggal pada 3 Mei 1481 saat dia berusia 49 tahun, dan dimakamkan di Kompleks Masjid Fatih.
Kematian Mehmed II disambut sukacita di Eropa pada saat itu, di mana perayaan dan bel gereja dibunyikan.
"Elang Agung sudah meninggal," begitulah kabar yang terdengar di Venezia.
Iliad karya Homer termasuk di antara buku-buku di perpustakaannya, dan peta dunia kuno Ptolemeus diyakini sebagai salah satu permata koleksinya.
Dalam kehidupan singkat hanya dalam 49 tahun, sang penakluk berhasil meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah dan warisannya masih hidup sampai sekarang; dia berhasil mengubah ceritanya dari penghinaan menjadi kebesaran.
(*)